Selasa, 29 April 2008

Tugas II BK



A. Pertanyaan untuk mengetahui:

1. Motif dan Motivasi klien/siswa dalam belajar.
- Tentunya saudara mempunyai pendapat sendiri mengenai motivasi belajar, dan setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda. Bagaimana pendapat saudara?
- Seberapa jauh pemahaman saudara mengenai apa yang saudara cita-citakan dan tentunya saudara telah merencanakan cita-cita anda sebelumnya. Bagaimana tanggapan saudara?

2. Potensi Bawaan Klien/Siswa
- Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda, kemampuan itu timbul dengan sendirinya dari minat akan sesuatu, tidak terkecuali pada saudara, tentu saudara mempunyai bakat yang terpendam yang membedakan saudara dengan orang lain. Bagaimana menurut saudara?

3. Pengaruh Lingkungan Belajar Klien/Siswa
- Bahwasanya lingkungan itu mempengaruhi cara belajar kita. Bagaimana pendapat saudara?
- Bagaimanakah pengaruh lingkungan belajar terhadap diri saudara?

4. Keunikan Kepribadian Klien/Siswa
- Setiap orang mempunyai ciri khas masing-masing, bisa tercermin dari hobi. Bagaimana pendapat saudara?
- Hal apa yang menarik minat saudara?
- Mendengar penjelasan saudara tadi, benarkah hal itu yang menjadi minat saudara, dan menjadi penyemangat bagi saudara dalam berkreasi?


B. Teori Belajar Behaviorisme
1. Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Teori ini menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diram alkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

2. Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi
Pada teori ini yang menjadi landasan adalah pendapat Piaget. Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

3. Teori Belajar Gestald
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

5. Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme
Teori belajar alternatif konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS. Unsur terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan pa yang mampu dan mau dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya.
Menurut Konstruktifisme semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri. Maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

1. Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.


Referensi
http://www.google.com/search?q=cache:qk-KUFpwaPUJ:trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/teori-belajar-behavioristik.doc+Teori+Belajar+Behaviorisme&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/

Sabtu, 26 April 2008

Sekilas Mengenai Puisi

Apa itu puisi?
Banyak asumsi-asumsi yang menjelaskan tentang pengertian puisi. Menurut Rachmat Djoko Pradopo puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. A. Teeuw berpendapat bahwa pada puisi selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi). Riffaterre berpendapat bahwa puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi dan perubahan konsep estetiknya.
Rachmat Djoko Pradopo, A. Teeuw, dan Riffaterre mempunyai asumsi yang berbeda tentang puisi, tetapi ketiganya setelah ditelaah lebih lanjut, ternyata asumsi ketiganya saling melengkapi.
Rachmat Djoko Pradopo mengkaji puisi dari struktur pembentuknya, A. Teeuw memandang puisi dari hubungan unsurnya dengan perkembangan zaman, dan Riffaterre lebih melihat puisi dari perkembangannya dari waktu ke waktu. Berdasarkan konsep struktural oleh Rachmat Djoko Pradopo puisi itu harus mempunyai bentuk dan unsur-unsur di dalamnya seperti diksi, koherensi, estetika, rima, gatra, dan lain-lain. Berdasarkan konsep A. Teeuw dan Riffaterre bahwa puisi selalu berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, seperti puisi dalam periode Balai Pustaka yang menonjolkan unsur kedaerahan dalam bahasa puisinya, hingga periode 1950-an yang surrealisme dan absurd. Dari Balai Pustaka yang terkesan kaku dalam mengangkat hal-hal yang tabu dalam karyanya, hingga puisi dewasa ini yang terkesan blak-blakan dalam mengangkat hal yang tabu di dalam karyanya, misalnya permasalahan seksualitas secara jelas dipaparkan dalam puisi indonesia dewasa ini.
Wirjosoedarmo berpendapat bahwa puisi itu adalah karangan yang terikat oleh banyaknya baris, banyak kata dalam tiap baris, banyak suku kata dalam tiap baris, rima dan irama.
Pengertian di atas tentunya sudah tidak cocok lagi dengan wujud puisi dewasa ini karena puisi demikian dirasakan kaku. Asumsi ini sesuai dengan pendapat Altenbernd bahwa puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat "penafsiran" dalam bahasa berirama. Penafsiran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern merupakan upaya untuk menterjemahkan sesuatu secara bebas. Dengan demikian relevantlah asumsi bahwa puisi itu harus bebas.
Menurut saya, puisi adalah ungkapan batin yang tertuang dalam tulisan yang bernilai estetik, singkat, padat, dan menggunakan bahasa yang indah. Singkat karena diungkapkan dengan diksi yang tepat dan tidak diuraikan secara panjang lebar seperti prosa. Padat, maksudnya kaya makna atau berisi. Indah, maksudnya puisi digarap dengan diksi yang mengandung kekuatan rasa dan makna.

Pentingkah Puisi Bagi Kehidupan Kita?
Sebelum kita membahas pertanyaan di atas, ada baiknya kalau kita terlebih dahulu memahami hakikat manusia. Menurut Drs Fudyartanta, manusia adalah mahluk biobudaya, artinya mempunyai fisik dengan organ-organ pembentuknya. Jiwanya terdiri atas: fungsi kognisi (cipta, pikiran); emosi (perasaan-perasaan), konasi (kemauan, keinginan), dan karya psikomotorik.
Dari teori di atas disimpulkan bahwa manusia mempunyai wujud/fisik, emosi berupa perasaan-perasaan, kemauan atau keinginan, dan potensi untuk berkarya.
Selanjutnya kita akan menghubungkan pendapat Drs. Fudyartanta dengan pendapat Wordsworth, Auden, Dunton, dan Rachmat Djoko Pradopo. Wordsworth berpendapat bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif. Auden menyatakan bahwa puisi itu merupakan pernyataan perasaan-perasaan yang bercampur-baur. Dunton menyatakan bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Rachmat Djoko Pradopo berpendapat bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan berirama.
Dari pendapat keempat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa puisi itu adalah: 1. Pernyataan yang imajinatif; 2. Perasaan yang bercampur-baur; 3. Pemikiran konkret, dan artistik; 4. Bahasa emosional; 5. Berirama; 6. Membangkitkan perasaan.
Keenam potensi puisi di atas sangat cocok dengan potensi manusia. Puisi dapat membangkitkan emosi, perasaan, merangsang imajinasi, sebagai hiburan, serta memberikan informasi yang konkret bagi manusia.
Maka jelaslah bahwa puisi sangat penting bagi kehidupan kita.

Puisi Lirik dan Prosa Lirik
Puisi lirik adalah puisi yang sangat pendek yang mengekspresikan emosi, merupakan puisi yang dinyanyikan. Puisi lirik, dalam definisi yang sudah konvensional adalah ungkapan yang menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu aku. Binhad Nurrohmat, menanggapi bahwa di dalam puisi lirik, perspektiflah yang justru menjadi syarat utama di dalam sebuah puisi lirik.
Prosa lirik adalah prosa yang di dalamnya ada alunan atau irama puisi sehingga perasaan bila membaca sebuah prosa lirik, akan terbuai dan terharu.

Langkah-Langkah Apa yang Dapat Kita Tempuh dalam Pengapresiasian Puisi?
Jakob Sumardjo dan Saini KM, membagi tahapan pengapresian puisi menjadi tiga tahapan, yaitu keterlibatan jiwa atau penghayatan, menghargai, dan pemahaman atau pendalaman. Sedangkan Maman S. Mahayana membagi pengapresiasian puisi menjadi dua langkah, yaitu membaca teks, dan penganalisisan atau identifikasi.
Kedua pendapat di atas dapat kita gabungkan sehingga dapat menjadi acuan kita dalam mengapresiasi puisi. Dalam membaca teks puisi, secara tidak langsung batin kita ikut terlibat di dalamnya. Pada tahap ini kita berada pada proses penghayatan. Kedua, kita mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur puisi. Kemudian kita hubungkan unsur puisi ini dengan dunia nyata berdasarkan pengalaman kita sebagai pembaca.
Menurut MH. Abrams ada beberapa cara untuk melihat apresiasi sastra. Pertama kita melihat alam semesta, kemudian karya, penciptanya, serta pembaca.
Menurut saya langkah dalam mengapresiasi puisi, pertama kita harus menghargai dahulu bahwa puisi itu merupakan karya sastra yang bernilai estetik terlepas dari siapa yang mengarangnya. Kedua, kita identifikasi unsur-usur puisi dari diksi, penyusunan irama, sugesti, imajinasi, serta koherensi. Ketiga, kita adakan penilaian terhadap puisi berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Bagaimana Kecenderungan Bahasa Puisi Indonesia pada Saat Ini?
Menurut Goenawan Mohammad, perkembangan puisi Indonesia sampai tahun 1950-an adalah satu perkembangan yang pesat dan setelah itu kurang sepesat dari tahun 30-50an. Ini indikasi pemiskinan bahasa. Pemiskinan bahasa ini terjadi karena para penyair Indonesia tidak berbicara dengan bahasa ibunya, dan jarak bahasa ibunya semakin terjadi. Hal ini berbeda dengan periode Amir Hamzah dan Chairil Anwar, karena mereka lahir di kultur Sumatera dan jarak semakin tidak terjadi. Sejalan dengan pendapat Goenawan Mohammad, A. Teeuw berpendapat bahwa penyair di Indonesia itu miskin dalam bahasa.
Menurut saya pendapat ini sangat benar. Telah kita ketahui bahwa kebanyakan penyair Indonesia terkesan malu-malu dalam memakai bahasa ibu dalam karyanya, ia sering memakai bahasa nasional, padahal bahasa nasional (bahasa Indonesia) itu sendiri merupakan campuran dari berbagai bahasa daerah. Berbeda pada kepenyairan di periode Balai Pustaka yang masih melekat unsur kedaerahan di dalam karyanya. Seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar yang lebih terasa unsur kemelayuan di dalam karya-karyanya.



Referensi:
Fudyartanta, Psikologi Kepribadian, Yogyakarta: Zenit Publisher, 2005
Jakob Sumardjo & Saini K. M., Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991
Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993
Maman S. Mahayana, 9 Jawaban tentang Sastra, Jakarta: Bening Publishing, 2005

Senin, 21 April 2008

Teori Perkembangan Individu (Tugas BK)

Teori Perkembangan Individu

1. Sigmund Freud

Sigmund Freud lahir 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia, yang sekarang menjadi bagian dari Republik Cekoslowakia. Ia adalah seorang penulis yang sangat berbakat. Ia berbicara dengan fasih berbagai bahasa asing dan menguasai bahasa Jerman. Seperti halnya Karl Marx dan Einstein, Freud adalah arsitek pemikiran dunia modern. Dunia modern kita kini terbentuk lewat gagasan-gagasan mereka, baik melalui reaksi menolak atau menerimanya. Ketiganya punya keyakinan yang besar tentang fundamental dari realitas, yang dalam konteks ini merupakan suatu sikap dasar yang mampu melihat cara kerja alam, di mana manusia merupakan bagian di dalamnya, untuk membongkar rahasia-rahasia yang perlu ditemukan dan mempelajari pola serta desainnya.

Kuliah-kuliah awal freud tentang psikoanalisis merupakan konsep-konsep dasar pemikirannya. Pokok pemikiran Freud dalam penelitian itu adalah human qua human (manusia sebagai manusia), atau seperti yang dikatakan filsuf Baruch Spinoza, lewat karya-karya awalnya dalam psikoanalisis, Freud menyusun sebuah model sifat manusia untuk memahami manusia.
Memahami Freud berarti pula memahami konteks model ini dibentuk, yakni ketika semangat pemikiran materialistik abad ke-19 di mana manusia tersusun dalam sebuah mekanisme yang didorong oleh sejumlah energi seksual tetap yang disebut sebagai libido.
Libido akan menyebabkan ketegangan yang menyakitkan yang "energinya" hanya bisa dikurangi atau ditekan lewat pelepasan fisik. Upaya pelepasan inilah yang oleh Freud dijelaskan lewat konsep prinsip kesenangan, yaitu sebuah proses dinamis antara kesakitan, pelepasan dan kesenangan. Konsep ini kemudian dikontraskan dengan prinsip realitas, yang menunjukkan apa yang dicari manusia dan segala yang akan mereka hindari, dalam kehidupan nyata di dunia agar mereka bisa bertahan hidup. Prinsip realitas akan selalu bertabrakan dengan prinsip kesenangan dan keseimbangan yang terjadi akibat benturan keduanya merupakan prasyarat bagi kesehatan mental manusia. Dalam ceramah Freud tentang psikoanalisis dijelaskannya bahwa jika salah satu dari kedua prinsip tersebut mendominasi, maka akan lahir manifestasi-manifestasi neurotik-psikotis.

Freud melihat perkembangan manusia sebagai sebuah evolusi dalam bentuk perkembangan individu. Menurut Freud, dorongan utama dalam diri manusia, yaitu energi seksual, merupakan sebuah proses evolusi sejak kelahiran hingga masa puber dan dewasa dalam kehidupan masing-masing individu. Libido manusia juga mengalami perkembangan dalam berbagai tahap mulai dari tahapan mengisap dan menggigit pada masa bayi, masa pengeluaran sekresi dan saluran kencing, dan berakhir pada organ-organ genital.

Libido punya peran sama, namun berbeda pada setiap individu. Libido punya potensi yang sama, namun punya manifestasi yang berbeda-beda dan mengalami perubahan sesuai proses evolusi pada masing-masing individu. Bagi Freud, perubahan dari energi seksual menjadi energi nonseksual disebutnya sebagai sublimasi. Semakin cepat dan besar perkembangan peradaban akan semakin tinggi harkat manusia namun semakin besar pula penekanan yang dilakukan manusia terhadap dorongan-dorongan libidonya.

Lewat proses sublimasi, manusia berkembang semakin berbudaya dan bijaksana, namun sesungguhnya dalam arti tertentu, dia juga menjadi kurang bahagia bila dibandingkan dengan si manusia primitif yang bisa melampiaskan semua instingnya. Semakin besar proses sublimasi semakin besar pula dia mengalami tekanan dan mengalami gangguan mental karena frustasi.
Dua konsep kunci dalam memahami evolusi teorinya Freud adalah evolusi libido dan evolusi hubungan manusia dengan manusia lain. Freud mengasumsikan bahwa libido atau energi seksual individu selalu mengalami perkembangan dalam tahap-tahap mulai oral hingga genital. Jadi menurut Freud, individu yang sehat adalah mereka yang sudah mencapai tingkatan genital tanpa mengalami fiksasi dan kemunduran. Individu seperti inilah yang bisa menjalani kehidupan sebagai orang dewasa, bekerja dan memperoleh kepuasan seksual yang memadai hingga ia menghasilkan keturunan.


2. Erickson

Lahir di Jerman, EE bertemu dengan Freud ketika dia dipanggil untuk melukis foto seorang anak yang ternyata adalah anak Freud. Selanjutnya EE pergi ke Amerika untuk melakukan risetnya. Walau EE banyak dipengaruhi oleh pandangan2 Freud (Siapa yang tidak?) tetapi EE lebih berkonsentrasi pada pengaruh lingkungan sosial pada perkembangan kepribadian manusia, itulah sebabnya teori perkembangannya disebut psikososial. EE adalah tokoh raksasa di bidang psikologi walaupun tidak terkenal seperti Freud. Teorinya ditelan bulat-bulat oleh pemerintah Amerika dan dijadikan patokan oleh the 1950 White House Conference on Children. Conference ini menghasilkan laporan yang dijadikan pedoman policy bagi pengembangan anak dan remaja di Amerika.
Selain kehebatan teorinya, EE juga memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam berkomunikasi baik secara tertulis maupun secara lisan. Konon, kemampuan bahasa dan keluasan scopenya setanding dengan Winston Churchill. Analisanya tentang Martin Luther King dan Mahatma Gandhi menjelaskan bagaimana masa lalu ke dua orang ini, dan reaksi mereka terhadap krisis yang mereka hadapi mempersiapkan mereka untuk menjadi orang besar di kemudian hari.
Teori EE menjabarkan 8 fase perkembangan yang dilewati oleh individu. Seperti yg disebutkan sebelumnya, 8 fase perkembangan ini merupakan perkembangan setelah sang individu berhasil memecahkan konflik yang dialaminya.
Konflik2 ini akan dialami oleh setiap individu yang sedang dalam pertumbuhan ke kepribadian yang matang. Walaupun demikian, 50 % dari seluruh tahap perkembangan psikososial seseorang dialaminya pada masa kanak-kanak, sehingga teori EE ini tetap sangat relevan pada topik yang diusulkan bung Jusni yakni bagaimana ortu mengarahkan perkembangan anaknya dengan baik. Pertama-tama kita akan meliput ke 4 fase pertama ini.
Sekarang, fase krisis yang kedua

Autonomy vs Shame (Kemandirian vs Rasa Malu): Usia 2 sampai 3 tahun.
Pada usia ini, anak mencoba untuk mandiri yg secara fisik dimungkinkan oleh kemampuan mereka untuk berjalan, lari dan berkelana tanpa dibantu orang dewasa lagi. Dengan kebebasan ini, anak masuk dalam periode menjelajah/eksplorasi. Beberapa hal dapat dicapai dalam periode ini, seperti keberanian untuk menjelajah, insting untuk menentukan arah sendiri. Pokoknya pada periode inilah kemampuan anak untuk percaya diri dikembangkan. Problem yang dapat terjadi, menurut Erikson, adalah rasa malu karena mereka merasa tidak mampu "be on their own". Ini akan terjadi bila orang tua terlalu banyak ikut campur misalnya membantu atau mengkoreksi kekeliruan mereka. Karena pada usia ini anak mulai belajar bahasa, maka ortu yang terus berusaha memperbaiki anak yg sedang belajar ngomong, akan mengakibatkan anak menjadi penakut/pemalu dalam berkomunikasi.
Bagaimana sebaiknya ortu bersikap pada periode ini? Ortu harus sering bicara dengan anak, menanyakan pendapat anak, menciptakan suasana yang berwarna warni, mengarahkan dengan tidak langsung. ("Ini adalah seekor...gajah. Warna gajah ini puuuu...tih. Apa yg akan terjadi ketika serigala menghembus rumah babi kedua?) Kalau anak berusaha mengikat tali sepatunya, pujilah, dan jangan dibikin betul dengan tujuan menunjukkan kesalahannya. Pada saat ini yang dia pelajari bukanlah mengikat tali dengan benar tapi bahwa dia dihargai karena punya inisiatif untuk melakukan sesuatu yang baru, On Her/His Own. Bila Kondisi yang tercipta setelah krisis pertama terlewati adalah timbulnya Harapan, maka kondisi setelah krisis kedua ini berlalu adalah "citra diri" atau "Sense of Identity". (Istilah yg digunakan Erikson adalah Will, tapi istilah Will ini bersimpang siur interpretasinya sebab Erikson menggunakan Will ini sebagai Identitias Diri, bukan Kemauan ). Anak-anak yg tidak mengembangkan citra diri mereka ini, cenderung menjadi terlalu patuh dan penurut. Orang tua perlu terus menerus menggugah rasa percaya anak bahwa mereka bisa dan boleh menentukan hidup mereka sendiri.
Fase Krisis ke tiga: Inisiatif vs Guilt (Rasa Bersalah).
Rata-rata binatang beberapa saat setelah lahir sudah bisa mandiri. Saya pernah melihat di TV seekor bayi jerapah yg kira2 4 jam setelah lahir sudah berusaha berdiri dan lari dengan ibunya. Katanya supaya tidak jadi korban makanan harimau. Bayi reptil begitu menetas sudah bisa berenang dan berlari-lari. Semua bayi ini, biarpun sudah bisa lari tetapi mereka tetap bermain-main. Konon, masa bermain ini merupakan masa mereka berlatih, menguatkan tulang dan belajar keahlian yg mereka butuhkan untuk masa dewasa mereka kelak ketika mereka harus mandiri.
Untuk manusia, masa kanak-kanak sangat lama, dan ini disebabkan karena keahlian yang harus mereka kembangkan kelak juga jauh lebih rumit daripada sekedar mencari, menerkam dan memburu makanannya sehingga masa bermainnyapun lebih lama daripada mahluk lain. Bagi Erikson, masa usia 3 sampai 6 tahun, ini adalah fase bermain. Dalam fase inilah anak-anak belajar berfantasi, belajar mentertawakan diri, mulai belajar bahwa ada pribadi lain selain dirinya. Pada fase ini terletak fondasi anak untuk menjadi kreatif yang akan menjadi sangat penting pada fase berikut.
Pada saat yang sama, kalau pada fase sebelumnya, anak perlu menciptakan sense of identity sebagai seorang manusia dan kepercayaan untuk melakukan eksplorasi sendiri, maka pada fase ini yang harus diciptakan adalah identitas diri macam apa, terutama sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Seperti mang Jeha bilang, anak belajar menjadi lelaki atau perempuan bukan hanya dari alat kelamin tapi juga dari perlakuan sekeliling pada mereka. Fase inilah konon yg berperanan besar dalam menentukan identitas ini karena pengaruh kelamin mulai dirasakan secara psikologis: Anak lelaki menjadi lebih sayang pada ibu dan tidak begitu senang pada bapak sementara anak perempuan menjadi dekat bapak dan merasa disaingi ibu. Anak-anak kecil menjadi sayang guru TKnya. Orang tua tidak perlu khawatir dengan hal ini karena hal ini memang normal, malah kalau anak dimarahi bisa-bisa menjadi "Guilty", merasa bersalah akan identitas kelaminnya.
Apa hasil dari fase ini bila dilewati dengan sukses? "A sense of Purpose" kata Oom EE. Anak menjadi tidak terganggu dengan perasaan bersalah. Anak bisa menentukan apakah mereka mau menjadi seperti ayah/ibu (biasanya ya) tanpa perasaan bersalah dan anak tidak akan mengalami banyak kegelisahan karena merasa tidak dimengerti.
Apa yang bisa dilakukan ortu untuk merusak fase ini? banyak dan contohnya adalah dengan merampok masa bermain anak dengan menyuruh mereka belajar lebih dulu dari teman2 seumur . Anak mulai didisiplinkan untuk menghafal angka, abjad dan menulis bagus supaya lebih pandai dari yg lain. Kalau boleh jujur, seringkali sebenarnya lebih banyak ambisi membuat anak pinter ini adalah untuk gengsi ortu yang disamarkan dengan mengharapkan masa depan anak yg baik. Yang terjadi sesungguhnya adalah mengambil masa "fun" dari anak2 sehingga emosi, kesenangan dan penjelajahan yang hanya tumbuh pada masa bermain ini tidak pernah tumbuh matang.

Fase Krisis ke empat: Mastery vs Inferiority (Penguasaan vs Rendah Diri)
6 - 12 tahun.Sama seperti binatang muda, sesudah merasa tenteram dekat mamah papah, maka pada saatnya mereka mulai pergi ke alam untuk mengenalnya secara instingtif. Manusia mudapun demikian. Apabila sampai sekitar 6 tahun anak-anak masih melakukan eksplorasi tentang diri sendiri, maka selewat usia itu anak secara instingtif mulai melihat ke luar dan perkembangannya mulai berhubungan dengan dunia luar. Pada usia 6 tahun, anak mulai ke dunia di luar rumah seperti , sekolah, tetangga. Dunia luar menjadi tempat untuk tumbuh, terutama karena pada saat inilah mereka baru benar2 mulai mampu berkomunikasi dengan anak lain sehingga mereka mulai bisa membentuk kelompok. Pada masa-masa ini tidak ada hal relatif, yang ada hanyalah kemutlakan. Semua penjahat berbaju hitam dan berwajah kotor. Pahlawan berwajah bersih, dan bajunya terang. Kelompok saya adalah kelompok lelaki dan kami benci/tidak menerima perempuan (dan sebaliknya), orang dewasa selalu benar dan guru tahu segalanya. Pada usia ini anak-anak juga sangat tertarik untuk belajar, dan sangat sulit untuk berdiam diri. Mereka belajar segala sesuatu, terutama yang berhubungan dengan fisik seperti olahraga, berlari, berenang, mengumpulkan segala sesuatu dan mengembara sampai ke batas yang disetujui. Anak-anak yang melalui fase ini dengan baik akhirnya akan memperoleh ganjaran dengan mendapatkan sense of mastery, suatu keyakinan bahwa mereka mampu menguasai masalah yg mereka hadapi. Syaratnya adalah bahwa orang2 dewasa yg mereka hormati seperti Ortu harus mendukung kegiatan yg banyak ini karena dari dalam setiap anak memang ada keinginan untuk mengerti dan menguasai lingkungan mereka. Kesulitan bagi anak terjadi ketika ortu tidak mau repot dan cenderung melarang anak kemana-mana sehingga tidak terlalu merepotkannya. Ortu yg terlalu lelah karena bekerja dan ingin anaknya diam, sopan dan tenang, juga merugikan pertumbuhan anaknya. Bila ini terjadi cukup lama sehingga anak memperoleh kebiasaan untuk nonton tv daripada mempelajari hal-hal di lingkungan mereka, maka anak-anak ini kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi mereka. Pada anak ini, sense of mastery diganti oleh rasa rendah diri (inferiority) yang sangat berdampak pada masa-masa yang akan datang. Anak-anak yg penuh rendah diri ini lebih sulit merasakan adanya kemampuan mereka untuk mengembangkan Kompetensi dalam bidang yang penting. Ortu yg sangat takut akan lingkungan yang tidak aman sering mengurung anak di rumah, dan memberikan TV, atau Play Station-Sega. Hal ini sangat sayang karena pada usia inilah anak paling siap untuk belajar secara aktif. Untuk ortu semacam ini, sebaiknya membahas hal ini dengan guru anaknya karena sebenarnya pengaruh guru sangat besar pada masa-masa ini. Karena itu pula pilihan sekolah dasar sangat penting, bukan hanya karena bangunan dan fasilitasnya tapi juga harus melihat guru yg akan sangat mempengaruhi kompetensi yg tercipta.
Fase ke lima adalah: Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan Peran) untuk masa bergolak, yakni masa remaja 12 - 18/20 tahun.
Fase ini sebenarnya adalah sumber utama Erikson sehingga dia tertarik untuk mengembangkan teori Perkembangan psikososisalnya. Tugas kita pada periode ini mungkin adalah yang terpenting, yaitu puncak dari semua yg selama ini sudah kita lalui dan yang akan kita gunakan untuk "mengarungi bahtera hidup" yakni menciptakan Identitas Diri bagi kita. Kegagalan kita akan menciptakan kerancuan identitas/peran. Apakah Identitas-diri ini? tak lain adalah mengenal siapa diri kita sesungguhnya dan bagaimana diri ini melebur dengan masyarakat di sekeliling kita. Menciptakan Identitas Diri yang benar adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang kita kumpulkan sampai saat itu, dan menggabungkan semuanya menjadi suatu citradiri yang berguna bagi masyarakat. Apakah faktor terpenting supaya tercipta Identitas Diri yang sehat dan berguna bagi masyarakat ini? Salah satu faktor penting yang akan menentukan Identitas Diri ini adalah hadirnya Role Model di dalam masyarakat di mana kita hidup, yakni seseorang yang bisa dijadikan contoh. Kehadiran Papah dan Mamah, atau Guru, yang hebat, karenanya menjadi sangat penting. Faktor penting lainnya adalah adanya kejelasan bagaimana kita melangkah meninggalkan masa anak-anak menuju kedewasaan. Di suku Indian tertentu, anak dianggap dewasa setelah dia berhasil pergi ke padang rumput dan membawa pulang bulu elang, ekor kerbau atau tengkorak hyena. Di suku-suku Afrika, sunat adalah tanda bagi remaja lelaki yang sudah dianggap dewasa; dan kebetulan katanya memang berguna secara fisik karena lebih "bersih". Remaja wanita diAfrikapun disunat, istilah modernnya adalah Female Genital Mutilation, walaupun manfaatnya bagi wanita kurang jelas. Pokoknya, yang penting ada suatu upacara yang dengan jelas menunjukkan pada umum bahwa anak sudah bukan anak lagi tetapi sudah menjadi dewasa dan dia dituntut untuk berlaku dewasa. Identitas Diri bisa menjadi ekstrim bila para orang dewasa yang mengelilingi kita menekankan bahwa tidak ada kompromi untuk suatu hal, dan kita berakhir dengan menjadi fanatik. Yang paling sering difanatikkan adalah faktor agama atau ethnik tertentu. Remaja fanatik tidak diijinkan melihat pilihan lain danidentitas dirinya dibanjiri oleh dominasi faktor ini. Harus kita ingat bahwa remaja baru saja meninggalkan stage ke 4 di mana mereka tidak melihat adanya relatifitas, yang ada hanya kemutlakan. Orang dewasa yang berhasil mempengaruhi anak2 pada usia rawan ini akan berhasil mendapatkan pengikut yang sangat setia dan membabi buta. Ini sangat berhubungan erat dengan tulisan mang Jeha tentang kelik. Omong2 Kelik berdasarkan agama dan etnis adalah yg paling kuat karena diumumkan pada publik lewat siering bahasa dan penampilan fisik antar anggota. Mereka yang berhasil memperoleh Identitas Diri yang sehat mencapai suatu keadaan yang dinamai Fidelity oleh erikson, yaitu suatu kelegaan karena kita mengenal siapa diri kita, tempat kita dalam masyarakat dan kontribusi macam apa yang kita bisa sumbangkan untuk masyarakat. Sebaliknya, mereka yang gagal memiliki suatu Identitas Diri akan gelisah karena tidak jelasnya identitas mereka. Orang2 ini bisa menjadi "drifter", si pengembara, atau si penolak (mereka bisa menolak untuk punya identitas, menolak definisi masyarakat tentang anggota masyarakat dll) dan mereka hidup sendiri bahkan ketika ada di tengah masyarakat. Lagi-lagi, dunia modern di mana orangtua sering bekerja larut malam, bercerai, bingung menghadapi perubahan kultur dan cara hidup global, merupakan tempat subur bagi pertumbuhan remaja gelisah. Tidak ada role model maupun upacara meninggalkan masa kanak2nya bagi remaja2 ini. Akhirnya, beberapa di antara mereka mencari identitas diri dengan bergabung dalam gang-gang dan dengan kagum melihat pemimpin gang sebagai Role Model. Untuk anggota gang, upacara yang ditentukan oleh gang menjadi upacara yang menentukan status mereka dan menciptakan identitas. Mereka bisa diminta membuktikan status setelah berhasil merokok atau meminum minuman keras, atau bahkan berhubungan badan dengan anggota lama yg berlainan sex. Kegiatan mereka menjadi merusak dan mengkacaukan masyarakat, tapi bagi mereka itu tidak apa daripada hidup tanpa suatu identitas. Inilah bahaya besar dari kaum remaja yang gagal melewati masa ini dengan sukses.Sehubungan dengan perkembangan dunia modern ini, kita bisa meramal bahwa akan makin banyak kelik dan group2 yang bermunculan. Parahnya adalah seringkali identitas kelik ini akan bertahan sampai kita tua karena citra diri dibangun berdasarkan definisi yang dibentuk oleh kelik.
Fase ke enam: Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan) antara 18/19 - 30 tahun.
Pada usia ini, kita sudah bukan lagi anak-anak atau remaja, tetapi pemuda atau pemudi. Kita sudah dianggap dewasa dan kita dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas segala keberhasilan dan kegagalan kita. Tugas kita pada periode ini adalah mengenal dan mengijinkan diri kita untuk mengenal orang lain secara sangat dekat, atau masuk ke hubungan yang intim sedang kegagalan kita akan membuat kita terisolasi atau mengisolasi diri dari sekeliling kita. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas diri yang kita miliki. Akibat dari rasa aman ini adalah mengijinkan orang lain untuk sharing dengan kita melalui hari-hari dan malam-malam kita, mengenal kelebihan dan kekurangan kita. Jadi, pada pokoknya Intimacy adalah hubungan dua orang yang sudah matang dan mengenal diri masing2 dan menciptakan suatu kesatuan yang menghasilkan karya2 yang lebih besar.
Kehidupan modern yang mewarnai kota-kota besar, seringkali tidak mengijinkan kita untuk menjalani masa pembentukan intimacy ini dengan baik. Mobilitas seperti sekolah ke luar negeri dari satu kota ke kota lain, penugasan dari kantor ke daerah2 dan perpindahan yang kita lakukan karena janji karir yang lebih baik, adalah hal-hal yang menyulitkan kita dalam menemukan orang yang tepat bagi kita untuk berintimacy. Akibatnya, sebagai ganti dari intimacy adalah hubungan yang sangat superficial, didasari bukan keinginan untuk menyatu dan menciptakan suatu hubungan yang sehat tapi untuk hanya untuk menghilangkan kesepian. Pemuda/pemudi yang sering ganti pacar tanpa merasakan kehilangan adalah korban dari kehidupan modern. Tidak heran bahwa perceraian dan "break up" terjadi di kota modern jauh lebih banyak daripada di kota kecil di mana para penghuninya cukup waktu untuk mengembangkan hubungan yang dalam, didasar penuh kepercayaan dan bertahan lama. Bagi kita yang tidak berhasil melalui periode ini dengan baik, timbul rasa keterasingan, yang seringkali dibarengi dengan amarah dan sinis terhadap roman, terhadap ungkapan kasih, terhadap sesama manusia. Orang2 yg dibesarkan oleh ortu yang sangat dominan/authoritarian dan mengurung mereka, cenderung menjadi orang2 terasing setelah ortu mereka meninggal. Bagi kita yang berhasil dengan baik, timbul kemampuan/kekuatan yang dinamai Love oleh Erikson. Love baginya bukan Eros/ Amor saja, tapi lebih pada kesediaan untuk menyadari adanya perbedaan, dan menerima perbedaan itu lewat usaha untuk terus berintim-intim antara pihak yang terkait (bisa suami/istri, atau teman)

Fase ke tujuh adalah Fase Middle Adulthood, masa Usia Dewasa di mana Krisis yang harus diresolve adalah Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi) berlaku untuk mereka yang berusia antara pertengahan 20-an tahun sampai 50-an, jadi cocok untuk para anggota milis psikologi ini. Tugas kita dalam fase ini adalah mengembangkan keseimbangan antara generativity dan stagnasi. Generativity adalah rasa peduli yang sudah lebih dewasa dan luas daripada intimacy karena rasa kasih ini telah men"generalize" ke kelompok lain, terutama generasi selanjutnya. Bila dengan intimacy kita terlibat dalam hubungan di mana kita mengharapkan suatu imbal balik dari partner kita, maka dengan generativity kita tidak mengharapkan balasan. Misalnya saja, sebagian sangat besar dari para otang tua tidak keberatan untuk menderita atau mati demi keturunannya, walau perkecualian pasti ada. Begitu pula dengan orang2 yg melakukan pekerjaan sukarela di Salvation Army, Word Vision, Palang Merah, Green Peace dan NGO (Non-Governmental Organization) lain bisa dikatakan termasuk mereka yang memiliki Generativity ini. Banyak psikolog melakukan riset mengapa orang melakukan karya altruistik (berderma atau menolong sesama) yang seringkali tidak menghasilkan apapun bagi mereka kecuali kerugian materi, waktu dan tenaga. Sampai kini para psikolog ini belum menemukan jawaban yang pasti dan diterima semua orang. Kalau Erikson benar, maka kita melakukan hal yang altruistik bukan karena kita menginginkan balasan tapi karena pertumbuhan psikologis kita menimbulkan kasih pada sesama. Terpikir oleh saya bahwa kita mungkin melakukan hal-hal yang altruistik karena kita mengharapkan dunia yang lebih baik di masa depan yang akan menjadi masa depan anak-anak kita. Stagnasi adalah lawan dari generativity yakni terbatasnya kepedulian kita pada diri kita, tidak ada rasa peduli pada orang lain. Orang2 yg mengalami stagnasi tidak lagi produktif untuk masyarakat karena mereka tidak bisa melihat hal lain selain apakah hal itu menguntungkan diri mereka seketika. Kita tahu banyak contoh orang yang setelah berusia setengah baya mulai menanyakan ke mana impian mereka yang lalu, apa yang telah mereka lakukan dan apakah hidup mereka ada artinya. Beberapa orang yang merasa gagal dan tidak lagi punya harapan untuk mencapai impian mereka, pada saat2 ini berusaha untuk merengkuh masa-masa yang bagi mereka terlewat sia-sia. Kita tentu pernah mendengar mereka yang meninggalkan istri dan anak2nya yang kebingungan dan kekurangan, mencari istri baru dan keluarga baru untuk membangun hidup baru. Inilah mereka yang tidak berhasil melihat peranan mereka dengan lebih luas, melainkan hanya melihat apakah hidup ini bermanfaat bagi mereka pribadi. Apakah yang diperoleh mereka yang berhasil menjalani fase ini dengan sukses? Kapasitas yang luas untuk peduli. Apabila kapasitas untuk peduli dengan partner di panggil Love oleh Erikson, maka untuk hubungan yang lebih luas disebutnya Caring. Salah satu teman saya, seorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam konsultasi dalam bidang spiritual segera pergi ke Afrika setelah membaca tentang Aids, dan mengorbankan penghasilannya yang luarbiasa. Dia adalah contoh langsung bagi saya tentang orang2 dengan kapasitas Caring ini. Begitu pula para sukarelawan yang setelah membaca tentang Alzeimer atau Ambon segera mencari tahu apa yang mereka dapat lakukan, bukan karena ada keluarga yang terkena tetapi karena ada orang yg menderita. Kabar baiknya adalah bahwa makin banyak anak2 muda yang melakukan hal ini, dan kebanyakan dari negara yang sudah maju. Rekan-rekan milis psikolog, sorry yang terakhir ini tertunda cukup lama, jadi untuk sute Eddy :-), Debbie de el el, memang belum dikirim. Habis saya agak sangat repot. Dan saya merasa agak moody sesampai di fase ini, karena saya melihat banyak orang kurang sukses dalam fase ini termasuk my dad.
Fase terakhir Erikson adalah Usia Lanjut, atau Usia Matang.
Masa ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka bagi Erikson ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya. Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir di mana kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini. Tugas kita saat ini adalah mengembangkan "ego integrity", Integritas Diri, suatu rasa harga diri untuk tidak takut mati karena telah melalui hidup dengan OK. Lawan dari rasa integritas diri ini adalah Despair atau rasa putus asa. Orang-orang yang putus asa pada masa usia lanjut ini ditandai dengan meluapnya rasa jijik pada diri mereka sendiri, terhadap kegagalan mereka, cara mereka menyia-nyiakan hidup. Orang2 ini seringkali penuh amarah pada mereka yang juga gagal, menganggap itu hasil kebodohan orang2 itu sendiri. Namun juga amarah dan iri pada yang berhasil. Pokoknya, sebagian besar orang2 ini putus asa dan memandang hidup dengan negatif. Kenapa putus asa? sebab masa-masa ini memang penuh dengan hal-hal yang membuat kita bisa sengsara secara emosional. Fisik yang makin melemah membuat banyak orang lanjut usia makin tergantung pada orang lain. Celakanya ketergantungan ini dibarengi oleh berkurangnya kemampuan cari uang dan menurunnya manfaat bagi orang lain. Wanita mengalami hal khusus dengan datangnya menopause, dan banyak yg melihat datangnya meno ini sebagai masa pintu gerbang menuju masa tua yang dipenuhi oleh penyakit2 seperti kanker payudara, kanker rahim dan osteoporosis. Lelaki yang hidup dari respek orang sekeliling sebagai pencari uang kini hilang kemampuan cari uangnya padahal keinginan direspek makin besar dan menggebu-gebu. Lalu, teman dan saudara mulai menghilang: ada yang mati, ada yang pindah diboyong keluarganya ke tempat lain dan ada yang levelnya sudah ganti (jadi jauh lebih kaya atau jauh lebih miskin) sehingga tidak bisa berteman lagi. Yang paling berat, adalah memory dan regret. Sangat jarang ada orangtua yang tidak menyesali masa lalunya, masa di mana mereka seharusnya melakukan hal yang seharusnya. Rata-rata berharap mereka melakukan hal-hal yang kini berdampak buruk seperti bersekolah lebih giat, tidak berteman dengan si A, lebih sayang pada anak atau menantunya dll. Yang dahsyat dari kenangan ini adalah bahwa mereka tidak punya kesempatan untuk memperbaiki sehingga ada penyesalan tapi tidak ada pengobatan. Mereka yang berhasil mengembangkan Ego Integrity, masih memiliki penyesalan tetapi mereka telah berdamai dengan masa lalu, menerima bahwa ada hal yang bisa mereka lakukan dengan lebih baik, dan ada hal yangmereka telah lakukan sebaik mungkin, dilihat dari konteks saat itu. Dan mereka ini siap apabila harus mati. Kalau mereka yang "Despair" atau putus asa ini memiliki rasa "Disdain" ataujijik pada hidup, maka mereka yang menjalani fase ini dengan tenang dan tanpa penyesalan bila harus mati memiliki "Wisdom" atau kebijaksanaan. Makin bijak seorang tua, makin baik manfaatnya bagi seluruh keluarganya karena dia bisa menerima bila mereka kalah sekali waktu dan menang sekali waktu. Mereka yang putus asa agak lain, dia kepingin keluarganya berhasil supaya tidak seperti dia. Tetapi caranya agak cenderung memaksa, memarahi dan menyesali sehingga membuat orang-orang di dekatnya kebingungan melayaninya karena salah terus.



3. Piaget

Jean Piaget dilahirkan di Nauchatel, Switzerland pada 9 Ogos 1896. Bapanya bernama Arthur Piaget, yang merupakan seorang Profesor Sastera dalam bidang Sejarah dan ibunya pula bernama Rebecca Jackson. Jean merupakan anak pertama yang suka berdikari dan berminat tentang ilmu alam. Beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada usia 84 tahun, 1981.Beliau memulakan kariernya sebagai penulis pada usia yang teramat muda iaitu 10 tahun. Selepas tamat sekolah menengah, Jean melanjutkan pelajaran ke Universiti Nauchatel. Beliau mendapat PhD semasa berumur 22 tahun. Jean mula meminati Psikologi apabila beliau terpilih menjadi pengarah makmal Psikologi di Universiti Jeneva. Tidak lama kemudian, beliau dilantik sebagai ketua "Swiss Society for Psychologist."Dalam bidang Psikologi, Jean merupakan salah satu tokoh yang amat penting di abad ke dua puluh. Latar belakang beliau ini memberikan banyak sumbangan kepada bidang psikologi setelah beliau bekerja dengan Binet bagi membentuk ujian keceredasan mental. Semasa bekerja dengan Binet, Jean tidak berminat untuk melihat hasil jawapan betul yang diberikan oleh kanak-kanak, tetapi lebih berminat untuk melihat pola-pola perlakuan yang ditunjukkan oleh kanak-kanak apabila mereka memberikan jawapan yang salah. Pada pandangan Jean, pola-pola perlakuan ini boleh memberikan petunjuk bagi pengetahuan bagaimana proses pembentukan pemikiran berkembang di kalangan kanak-kanak. Ekoran daripada itu, teori yang beliau kemukakan adalah memfokuskan kepada perkembangan kognitif kanak-kanak.

Sebelum membicarakan tentang teori kognitif Jean Piaget, kita perlu terlebih dahulu mengetahui beberapa konsep penting yang diutarakan oleh beliau. Antara konsep-konsep penting tersebut adalah :1. Skema-Ia merujuk kepada potensi am yang ada dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. -Contohnya, sewaktu dilahirkan, bayi telah dilengkapkan dengan beberapa gerakan pantulan yang dikenali sebagai skema seperti gerakan menghisap, memandang, mencapai, merasa, memegang, serta menggerakkan tangan dan kaki.-Bagi gerakan memegang, kandungan skemanya adalah memegang benda yang tidakmenyakitkan.-Oleh itu, bayi juga akan cenderung memegang benda-benda yang tidak menyakitkan seperti contoh, jari ibu.-Skema yang ada pada bayi akan menentukan bagaimana bayi bertindakbalas dengan persekitarannya.2. Asimilasi-Asimilasi merupakan satu proses penyesuaian antara objek yang baru diperolehi dengan skema yang sedia ada.-Proses asimilasi yang berlaku membolehkan manusia mengikuti sesuatu modifikasi skemahasil daripada pengalaman yang baru diperolehi.-Contohnya, seorang kanak-kanak yang baru pertama kali melihat sebiji epal. Oleh itu, kanak-kanak tersebut akan menggunakan skema memegang (skema yang sedia ada) dan sekaligus merasanya. Melaluinya, kanak-kanak tersebut akan mendapat pengetahuan yang baru baginya berkenaan "sebiji epal".3. Akomodasi-Merupakan suatu proses di mana struktur kognitif mengalami perubahan.-Akomodasi berfungsi apabila skema tidak dapat mengasimilasi (menyesuaikan) persekitaranbaru yang belum lagi berada dalam perolehan kognitif kanak-kanak.-Jean Piaget menganggap perubahan ini sebagai suatu proses pembelajaran.-Contohnya, kanak-kanak yang berumur dua tahun yang tidak ditunjukkan magnet akanmenyatukan objek baru ke dalam skemanya dan mewujudkan penyesuaian konsep terhadapmagnet itu.4. Adaptasi-Ia merupakan satu keadaan di mana wujud keseimbangan di antara akomodasi dan asimilasiuntuk disesuaikan dengan persekitaran.-Keadaan keseimbangan akan wujud apabila kanak-kanak mempunyai kecenderungan sejadi untuk mencipta hubungan apa yang dipelajari dengan kehendak persekitaran.Jean Piaget mendapati kemampuan mental manusia muncul di tahap tertentu dalam proses perkembangan yang dilalui. Menurut beliau lagi, perubahan daripada satu peringkat ke satu peringkat seterusnya hanya akan berlaku apabila kanak-kanak mencapai tahap kematangan yang sesuai dan terdedah kepada pengalaman yang relevan. Tanpa pengalaman-pengalaman tersebut, kanak-kanak dianggap tidak mampu mencapai tahap perkembangan kognitif yang tinggi.Oleh yang demikian, beliau telah membahagikan perkembangan kognitif kepada empat tahap yang mengikut turutan umur. Tahap-tahap perkembangan tersebut ialah :
· Tahap Sensorimotor @ deria motor (dari lahir hingga 2 tahun)
· Tahap Praoperasi ( 2 hingga 7 tahun)
· Tahap Operasi Konkrit (7 hingga 12 tahun)
· Tahap Operasi Formal (12 tahun hingga dewasa)

TAHAP SENSORIMOTOR (0-2 TAHUN)
Pada tahap ini, bayi melihat kepada hubungan antara badannya dengan persekitaran. Kebolehan deria motornya berkembang dari semasa ke semasa. Bayi tersebut mempelajari tentang dirinya dengan melihat, menyentuh, dan mendengar di sekelilingnya kemudian menirunya. Kebolehan untuk meniru tingkah laku dikenali sebagai pembelajaran melalui pemerhatian (observational learning) (Mussen dan Kagan, 1974). Dalam perkembangan sensorimotor ini, terdapat enam sub tahap yang dikategorikan dengan melihat perkembangan kebolehan tertentu pada umur yang tertentu.
a) Dari lahir hingga satu bulan (refleks)Bayi hanya mampu melakukan gerakan pantulan. Gerakan pantulan yang diwujudkan lahir melalui tingkah laku pendengaran, penyusunan, gerakan tangan (genggaman dan sebagainya), penyesuaian, pandangan, pergerakan mata dan sebagainya. Gerakan ini belum dapat ditentukan perbezaannya. Sebahagian besar daripada gerakan ini dilakukan ialah untuk keperluan tertentu atau hanya sebagai gerakan pantulan sahaja.b) Sebulan hingga empat bulan (reaksi asas sekular)Peringkat pertama pencapaian untuk penyesuaian dan berlakunya reaksi sekular. bayi mula mempunyai pengertian tentang bahagian badannya yang tertentu. Di tahap ini pengalaman memainkan peranan yang penting untuk pembentukan tingkah laku kanak-kanak. Pengalaman boleh didapati daripada perkembangan di tahap pertama. dengan itu tingkah laku kanak-kanak pada tahap kedua ini sudah bergantung kepada andaian sebab musabab yang tertentu untuk mewujudkan sesuatu situasi baru. Pergerakan sistem sensori mula diselaraskan dengan sistem pandangan dan gerakan tangan. bila mendengar sesuatu bunyi, bayi akan menggerakkan kepala dan matanya ke arah punca sumber bunyi. Contohnya, sekiranya bayi tersebut melakukan sesuatu tingkah laku yang ganjarannya akan mendapat menyeronokkan atau menyenangkan, dia akan mengulangi tingkah laku itu lagi.
c) Empat hingga lapan bulan (reaksi sekular kedua)Di tahap ini bayi mempunyai persediaan untuk membuat pandangan da n pemerhatian yang lebih. Kebanyakan tingkahlaku bayi dihasilkan daripada sesuatu proses pem belajaran. Bayi telah dapat melakukan tingkah laku baru seperti mengambil sesuat u barang lalu menggerakkannya. Di waktu ini, bayi boleh membuat tanggapan ten tang objek dalam tangannya. Contohnya, bayi itu sengaja memasukkan barang mainan ke dalam mulut dengan tujuan untuk mengeta hui atau mengenali barang tersebut.d) Lapan hingga dua belas bulan ( reaksi kordinasi)Ia dikatakan sebagai masa pengukuhan di mana keadaan yang wujud sebelumnya disesuaikan di antara satu sama lain. Pada tahap ini, perkembangan mental bayi sudah dapat dikatakan sebagai sebagai berada di tahap perkembangan daya kognitif dan kebolehan mental asas pada bayi. Bayi sudah mengetahui sebab akibat sesuatu keadaan berlaku. Contohnya, apabila menggoncangkan sesuatu alat mainan, ia akan berbunyi.e) Dua belas bulan hingga lapan belas bulan (reaksi sekular ketiga)Pada ketika ini, penemuan makna baru melalui pengalaman yang dilalui oleh bayi berlaku secara aktif. hal ini, bayi memerlukan kecepatan untuk melahirkan keseluruhan rangkaian tingkah laku apabila berada di dalam sesuatu situasi baru. di tahap ini, bayi memperlihatkan kemajuan yang pesat berhubung dengan pemahaman sesuatu konsep dan telah mempunyai konsep yang kukuh tentang sesuatu objek. bayi juga mengalami proses cuba jaya tetapi dalam keadaan yang mudah. Contohnya, kanak-kanak ini akan mencuba pelbagai bunyi dan tingkah laku untuk mendapatkan perhatian.f) Lapan belas bulan hingga dua tahun (penggambaran pemikiran awal)Berlakunya kombinasi mental di mana kanak-kanak mula mempunyai keupayaan untuk memahami aktiviti permainan dan fungsi simbolik. Pada ketika ini, kanak-kanak dapat mengatasi masalah kaedah cuba jaya dan dapat membezakan jenis-jenis tingkah laku peniruan yang diperhatikan. kanak-kanak juga telah mengetahui tentang peranan jantina dan fungsi individu dalam rumahtangga.

TAHAP PRAOPERASI ( 2-7 TAHUN )

Menurut Piaget, perkembangan yang paling penting di tahap ini ialah penggunaan bahasa. Kanak-kanak yang berada di tahap ini mula menggunakan simbol di dalam permainan, contohnya mengandaikan buku sebagai kereta apabila ditolak di atas lantai. Namun begitu, dari segi kualiti, pemikiran kanak-kanak masih lagi di tahap yang rendah berbanding dengan orang dewasa. Contohnya, pemikiran kanak-kanak adalah egosentrik di mana, di dunia ini, keseluruhannya dilihat hanya dari perspektif mereka sahaja. Piaget juga mengatakan bahawa proses perkembangan kognitif kanak-kanak menjadi lebih sempurna menerusi tiga kebolehan asas yang berlaku iaitu :
1. Perkembangan kebolehan mental kanak-kanak untuk melakukan tingkah laku yang ketara seperti kebolehan mengira.
2. Melalui latihan yang diulang-ulang, rangkaian tingkah laku yang dikukuhkan dan digeneralisasikan sehingga menjadi skema tingkah laku yang stabil.
3. Hal-hal umum yang betul-betul difahami oleh individu bagi mewujudkan sesuatu pengukuhan tingkah laku.
Selain itu, Piaget juga mengatakan bahawa operasi yang berlaku mesti berasaskan pada tiga fenomena mental yang penting iaitu pengamatan, ingatan dan bayangan. Pengamatan merupakan suatu proses di mana kanak-kanak memberikan sepenuh perhatian terhadap sesuatu yang dilihat. Sementara, ingatan pula ialah satu proses pembinaan, pengumpulan dan pengambilan kembali memori mengenai peristiwa lalu. Manakala, bayangan merupakan satu proses yang menyebabkan sensasi yang statik, selalunya pandangan dan pendengaran yang dikumpulkan di bahagian mental.Bagi tahap ini, Piaget telah bahagikan kepada dua sub tahap iaitu :
1. Tahap Pro-konseptual ( 2-4 tahun )
2. Tahap Pra-operasi ( 4-7 tahun )
Di tahap pra-konseptual, kanak-kanak belum lagi dapat membezakan dan memahami dua atau lebih dimensi pada masa yang sama. Hal ini kerana, mereka belum dapat menyusun penerangan yang ada dalam pemikiran.Kecerdasan di tahap ini selalunya dihuraikan sebagai kaku, tegang, ketidaksanggupan membuat kesimpulan dan tidak menumpukan perhatian terhadap hubungan di antara peristiwa yang berbeza. Terdapat empat kandungan utama proses kognitif dalam tahap ini iaitu 'egocentrism', 'konsep sebab-akibat', 'peningkatan perolehan bahasa' dan 'pembentukan identiti diri'.Satu lagi kekurangan di tahap ini ialah dari segi prinsip ketekalan ; iaitu pengetahuan bahawa kuantiti adalah tidak berhubung kait dengan susunan @ keadaan fizikal sesuatu objek. Kanak-kanak yang tidak memahami prinsip ini tidak akan tahu bahawa jumlah, isipadu atau panjang sesuatu objek tidak akan berubah apabila bentuk dan susunannya berubah.

TAHAP OPERASI KONKRIT (7-11 TAHUN)

Tahap ketiga Piaget dikenali sebagai tahap operasi konkrit iaitu berlaku semasa kanak-kanak berusia 7 hingga 11 tahun. Pada tahap ini, kanak-kanak tidak lagi berfikir secara egosentrik seperti yang berlaku pada tahap praoperasi. Perasaan ingin tahu menjadikan kanak-kanak pada tahap ini akan gemar bertanyakan sesuatu yang menarik minat mereka kepada orang yang lebih dewasa. Berkembangnya semangat inkuiri ini seterusnya menyebabkan mereka mula menerima pendapat orang lain. Kanak-kanak akan mula belajar bermain dan bergaul dengan rakan-rakan yang sebaya kerana pada tahap ini mereka akan mula memasuki zaman persekolahan.
Satu lagi perubahan yang dapat dilihat ialah mereka sedikit demi sedikit sudah mula memahami unsur-unsur pemikiran logik. Mereka faham akan konsep-konsep nombor, berat, susunan dan padatan. mereka juga faham akan konsep pengekalan sesuatu benda atau objek. Walaubagaimanapun, kanak-kanak pada umur sebegini masih belum memahami atau menaakul tentang perkara-perkara yang abstrak seperti konsep kenegaraan, ketuhanan, makna hidup dan sebagainya. Mereka hanya memahami konsep-konsep yang konkrit atau objektif seperti mengenali haiwan, tumbuhan dan sebagainya.
Dengan itu, Inhelder dan Piaget (1958) menegaskan bahawa kanak-kanak pada tahap ini boleh melaksanakan sesetengah operasi ke atas objek lain tetapi tidak boleh beroperasi ke atas operasi atau proses pemikirannya sendiri.

TAHAP OPERASI FORMAL (12 TAHUN - DEWASA)

Pada tahap ini Piaget menyatakan bahawa perkembangan kecerdasan kognitif manusia telah sampai ke tahap maksima. Tahap ini melibatkan umur sebelas hingga lima belas tahun. Pemikiran dan penghuraian pendapat individu pada tahap ini dikatakan lebih baik dan nyata. mereka dikatakan mampu membuat keputusan dan telah dapat membuat hipotesis melalui pemerhatian. Individu telah mula mencari jalan untuk menyelesaikan masalah berdasarkan rasional dan lebih bersifat sistematik.Piaget menyatakan kaum remaja pada tahap ini didapati patuh dan berhati-hati dengan pendapat dan pegangan. Mereka mula memikirkan tentang diri mereka dan peranan mereka dalam masyarakat. Di samping itu, mereka telah membuat perancangan berdasarkan pegangan dan pendapat yang difikirkan sesuatu dengan nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat.Pada tahap ini juga, pemikiran baru dihasilkan iaitu berbentuk abstrak, formal dan logik. Walaupun pemikiran pada operasi tahap formal bermula semasa zaman remaja, pemikiran sebegini kadangkala jarang digunakan (Burbulus & Linn 1988)

ISU-ISU BERKAITAN TEORI PIAGET

Teori Perkembangan Kognitif Piaget telah mendapat perhatian meluas dalam bidang Psikologi sejak kajiannya dikemukakan. Kajian Piaget menerangkan peringkat-peringkat perkembangan kognitif kanak-kanak dan proses pemikiran berasaskan perkembangan skema. Namun, teori dan kajiannya tetap menerima kritikan teutama berkaitan kelemahan teori dan metodologi yang digunakan.Dari segi kelemahan teori, pengkritik menyatakan bahawa teori Paiget tidak mampu menerangkan struktur, proses dan fungsi kognitif dengan jelas. Ada pengkritik yang mempertikaikan kebenaran wujudnya empat peringkat perkembangan kognitif yang disarankan oleh Piaget (Gelman dan Baillargeon, 1983). Mereka menyatakan sekiranya kanak-kanak melalui setiap peringkat perkembangan kognitif berasaskan set operasi yang khusus, maka apabila kanak-kanak tersebut berjaya memahirkan set operasi tertentu, mereka sepatutnya juga dapat menyelesaikan semua masalah yang memerlukan set operasi yang sama.Sebagai contoh, apabila kanak-kanak menunjukkan kemampuan pemuliharaan iaitu yang terdapat pada tahap operasi konkrit, maka berdasarkan teori Piaget, dia sepatutnya dapat menunjukkan kemampuan pemuliharaannya dalam angka dan berat pada masa yang sama. Namun, dalam kajian yang dilakukan oleh Klausmeier dan Sipple (1982) menunjukkan keadaan yang berbeza di mana kanak-kanak sentiasa menunjukkan kemampuan pemuliharaan berat lebih lewat daripada pemuliharaan angka. Keadaan ini adalah bercanggah dengan teori Piaget.Dari segi metodologi juga, pengkritik mempertikaikan kaedah klinikal yang digunakan dalam kajian Piaget di mana kajian dengan kaedah klinikal sukar untuk diulang. Oleh itu, kesahihannya adalah diragui. Pengkritik juga menuduh Piaget membuat generalisasi daripada sampel-sampel yang saiznya terlalu kecil dan tidak menepati piawaian.

4. Kohlberg

Lawrence Kohlberg (25 Oktober 192719 Januari 1987) dilahirkan di Bronxville, New York. Ia menjabat sebagai profesor di Universitas Chicago serta Universitas Harvard. Ia terkenal karena karyanya dalam pendidikan, penalaran, dan perkembangan moral. Sebagai pengikut teori perkembangan kognitif Jean Piaget, karya Kohlberg mencerminkan dan bahkan memperluas karya pendahulunya. Karyanya ini telah diperluas dan dimodifikasi oleh sejumlah pakar, seperti misalnya Carol Gilligan.

Ia merumuskan enam tahapan perkembangan moral.Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal

Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik…'.
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka secara ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.

Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusanmayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.

5. Zunker
Zunker (Popon Sy. Arifin,1983) mengemukakan lima tahapan perkembangan karier individu
1. Growth, ciri-ciri: Development of capacity, attitudes, interest, and needs associated with self concept (birth -14 or 15)
2. Exploratory, ciri-ciri: Tentative phase in which choices are narrowed but not finalized (15 – 24)
3. Establishment, ciri-ciri: Trial and stabilization trhough work experiences (25 – 44)
4. Maintenance, ciri-ciri: A continual adjustment process to improve working position and situation (45 – 64)
5. Decline, ciri-ciri: Preretirement consideration, work out put, and eventual retirement (65 - …)


6. Buhler
Charlotte membagi perkembangan anak menjadi 5 (lima) fase, yaitu :
1. Fase I (0;0 – 1;0), Pada fase ini perkembangan sikap subyektif menuju obyektif,
2. Fase II (1;0 – 4;0), Pada fase ini makin meluasnya hubungan pada benda-benda sekitarnya, atau mengenal dunia secara subyektif.
3. Fase III (40 – 8;0), Pada fase ini individu memasukkan dirinya kedalam masyarakat secara obyektif, adanya hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja,tugas serta prestasi.
4. Fase IV (8;0 – 13;0), Pada fase ini mulai munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar
5. Fase V (13;0 – 9;0) Pada Fase ini, nulai menemukan diri yakin shyntesa sikap subyektif dan obyektif


7. Havighurst
tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan menurut havighurst
masa bayi dan awal masa kanak-kanak.. belajar memakan makanan padat, belajar berjalan, belajar berbicara, belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh, mempelajari perbedaan seks dan tata caranya, mempersiapkan diri untuk membaca, belajar membedakan benar dan salah dan mulai mengembangkan hati nurani.
akhir masa kanak-kanak.. mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum, membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh, belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya seusianya, mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat, mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca-menulis-dan berhitung, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati nurani-pengertian moral-tata dan tingkatan nilai, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga, mencapai kebebasan pribadi.
masa remaja.. mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku-mengembangkan ideologi.
awal masa dewasa.. mulai bekerja, memilih pasangan, belajar hidup dengan tunangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, mencari kelompok sosial yang menyenangkan.
masa usia pertengahan.. mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara, membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia, mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa, menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini, mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier pekerjaan, menyesuaikan diri dengan orangtua yang semakin tua.

8. Mc Candless
tidak ditemukan sumber





Senin, 31 Maret 2008

Mengarahkan Peserta Didik Berdasarkan Cita-Citanya

Standar Kompetensi: Mampu Merencanakan dan mengembangkan masa depan karier
Kompetensi Dasar : Mampu melakukan penataan tujuan karier
Materi Pelayanan : Penataan Tujuan Karier
Uraian Materi
Pelayanan : 1. Mendeskripsikan penguatan tujuan karier
2. Menganalisis menata tujuan karier ke depan
3. Menerapkan tehnik sukses berkarier

Bimbingan dan Konseling kelas II SMU

Mengarahkan Peserta Didik Berdasarkan Cita-Citanya

Masa/periode remaja adalah masa pencarian jati diri, sebagaimana yang dikatakan oleh Jundul Hayah dalam "Jurnal Psikologi Remaja". Banyak para ahli mengatakan bahwa periode remaja merupakan "Period of Storm and Strees", dengan alasan bahwa pada masa remaja terjadi kegamangan atau periode yang penuh gejolak. Arnett menarik tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh para remaja: (1) konflik dengan orang tua, (2) perubahan mood yang cepat, (3) perilaku yang berisiko (dalam Lugesen, 2003).

Pentingnya mengarahkan peserta didik, terutama pada tahap remaja madya: 16 - 18 tahun dengan anggapan bahwa pada masa remaja merupakan masa puncak pengenalan jati diri. Sikap mereka yang mudah terpengaruh terhadap lingkungan, emosi yang tak menentu, serta jiwa yang labil dan ingin mandiri padahal mereka belum bisa memecahkan persoalan dirinya sendiri, ditambah lagi rasa malu yang terkadang berlebihan membuat pendirian mereka rapuh dan mudah dipengaruhi oleh orang lain, terutama pada teman sebayanya. Mereka sangat suka bersenang-senang dan hidup hura-hura, sehingga mereka lupa akan masa depannya.

Oleh karena itu, diperlukan bimbingan guna mengarahkan mereka untuk mencapai apa-apa yang mereka cita-citakan, supaya mereka menjadi generasi penerus bangsa yang tergolog manusia-manusia efektif, yang berguna untuk keluarga, bangsa, serta agama.

Bagaimana caranya mengarahkan mereka menuju cita-cita:
1. Ajak mereka berbicara dari hati ke hati, buatlah perasaan mereka nyaman;
2. Tanyakan tentang kegemaran, kemudian cita-cita mereka;
3. Berikan pandangan positif mengenai apa yang mereka cita-citakan;
4. Berikan jalan keluar solusi tentang rencana-rencana apa yang harus mereka buat, guna
mencapai cita-cita mereka.
5. Berilah motivasi kepada mereka untuk lebih gigih dalam mencapai cita-cita.

Contoh: Seorang siswa yang ingin menjadi dokter, rencana-rencana yang harus disusun, yaitu:
1. Pada bangku SMU: harus belajar dengan baik, menyukai pelajaran IPA, gemar membaca
buku-buku tentang pengobatan;
2. Pada bangku perguruan tinggi: kuliah di fakultas kedokteran, belajar dengan tekun agar mendapat IPK > 3, kuliah sambil magang di rumah sakit/dokter professional;
3. Buka praktik sendiri sambil bekerja di rumah sakit, merencanakan melanjutkan S2 sebagai dokter spesialist.

Dengan demikian, mereka akan lebih percaya diri, gigih, dan tekun dalam mencapai apa-apa yang mereka cita-citakan.



Referensi:
Winkel, W.S., Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Grasindo, 1997
R.R., Ardiningtiyas Pitaloka, Menelusuri Kecemasan Remaja, Jurnal Psikologi Remaja, 2007

Rabu, 12 Maret 2008

Silabus BK SMU


SILABUS

PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BERBASIS KOMPETENSI


S M A

KELAS XII

Nama Guru Pembimbing : RETNO WIDAJATI

Guru Pembimbing Kelas : XII IPS 1, XII IPS 2, XII IPS 5

SMA : SMA Negeri 60 Jakarta







TEAM GUIDING :

TUTI ARNAWATI BUDI UTAMI , kelas XII IPA 1, XII IPA 2, XII IPA 3

SITI RUGAYAH , kelas XII IPS 3,XII IPS 4

Penyusun

Isi Materi Modul Bimbingan dan Konseling kelas XII SMA

Tahun Pelajaran 2006 – 2007


* Dra Yeny Suryani SMA Negeri 56 Jakarta

* Dra Retno Widajati M.M. SMA Negeri 60 Jakarta




Penyusun

Silabus Pelayanan Bimbingan dan Konseling kelas XII SMA

* Retno Widajati SMA Negeri 60 Jakarta







SILABUS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Tahun Pelajaran : 2006 - 2007


Sekolah : SMA Negeri 60 Jakarta Kelas : XII Semester: 5


Sub Tugas Perkembangan :

Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa


BIDANG

BIMBINGAN

KOMPETENSI

YANG DIHARAPKAN

MATERI PELAYANAN BK

KEGIATAN

KETERA

NGAN

LAYANAN

PENDUKUNG

PENILAIAN

1

2

3

4

5

6

7









































Pribadi :


1.Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa


2.Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang kreatif dan produktif, baikdalam

kehidupan sehari- hari maupun untuk perannya di masa depan



Sosial :

Aspek- aspek dalam kehidupan beragama






















Belajar:

Usaha berfikir dan meng- optimalkan fungsi pikir akan mendatangkan pahala























Karier:

Aspek-aspek bekerja dan pengembangan karier dalam kehidupan beragama


1.Memiliki keyakinan dan ketagwaan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya








1.1. Memahami diri sendiri dan eksistensi diri manusia sebagai machluk Tuhan


1.2. Mensinergikan dzikir, fikir dan ikhtiar











2.Memiliki dasar humaniora untuk menerapkan kebersamaan dalam kehidupan


2.1. Menyadari tugas dan kewajibannya sebagai mahluk Tuhan YME


2.2. Membangkitkan rasa spiritual dan rasa bertanggungjawab untuk memikirkan peran sendiri dalam kehidupan ini


2.3. Meningkatkan kecerdasan spiritual dengan menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan setiap individu



2.4. Menghiasi diri dengan sifat-sifat unggul





























  1. ESQ Mendasari Perencanaan Masa Depan


    1. Kesuksesan individu dalam kariernya,

akan diawali adanya suatu perencanaan masa depan yang didasari adanya kecerdasan emotional dan sprititual (esq). Dan individu dikatakan sukses , bilamana yang bersangkutan berguna baik bagi dirinya maupun bagi orang lain Kesuksesan yang dimaksud meliputi; akademis dan non akademis, talenta dan pengalaman Pemahaman EQ (Emotional Quotient)

* Sukses akademis ; mampu menyelesaikan studi lanjut S1,S2,S3 hasil karyanya dapat bermanfaat dan diakui bagi orang lain (dokter, guru, desainer.dll)

* Sukses non akademis ; hasil karyanya yang diperoleh dari pengembangan diri tanpa melalui jenjang perguruan tinggi, dapat dipergunakan dan diakui manfaatnya oleh orang lain (penjahit, kapster,dll.)

* Sukses talenta ; keberhasilannya dari pengembangan bakat yang dimiliki (penyanyi, pegulat, dll)

* Sukses pengalaman ; keberhasilan yang diperoleh dari kerja keras dan usaha yang sungguh-sungguh.


    1. Dimensi IQ, EQ, SQ pada satu garis orbit God Spot

Setiap individu secara garis besar memiliki kemampuan intelektual, emosi dan spiritual

  • Kecerdasan Intelektual ; kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta efektiv dalam mengolah dan menguasai lingkungan dengan menggunakan akal logika.

  • Kecerdasan Emosi ; kemampuan memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi serta mampu mengendalikan dorongan hati, mengatur serta memelihara suasana hati

  • Kecerdasan Spiritual ; kemampuan individu dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya, mampu berpikir kreatif, berwawasan jernih dan berisikan suara hati


ESQ (Emotional Spiritual Quotient) adalah mekanisme me “manage” ketiga dimensi Inteltual, Emotional dan Spiritual.


Tugas 1:

Siswa diberikan tugas , menuliskan kunci kata hati ; 10 sifat positp dan 10 sifat negatip dan tanggapan


Tugas 2 :

Siswa diberikan tugas menilai diri sendiri secara jujur , bila mencapai 100 berarti memiliki SQ yang luar biasa.



    1. ESQ Sebagai Dasar Perencanaan Masa Depan


ESQ diperlukan oleh setiap individu agar dapat bertindak arif –bijaksana , dapat menyikapi segala sesuatu dengan lebih jernih dan cenderung mengisi kehidupan dengan bermakna.


Tugas 3 :

Siswa diberikan tugas meneliti barometer suasana hati dengan aplikasi dan realitas yang terdapat pada diri sendiri.


Kecakapan hidup yang dapat

dikembangkan pada kegiatan ini, adalah :

  • Pengembangan eksistensi diri sebagai machluk Tuhan, sosial dan lingkungan

  • Kesadaran potensi diri dan dorongan untuk mengembangkannya.



1.

Informasi














2. Orientasi


















3. Pembelajaran





















4. Konseling

Kelompok
























5. Konseling

Individu

1.

APIN

(Aplikasi Instrumentasi Bimbingan)


Non Tes


2.

Alih Tangan Kasus




















































Non Tes:

1)

format isian 10 sifat positif dan 10 sifat negativ yang dimliki serta tanggapan

2)

format isian penilaian diri sendiri








3)

format

Tes SQ, dorongan Suara Hati


2.

Alih Tangan kasus

(bagi siswa yang memerlukan memperoleh pelatihan ESQ secara pribadi maupun kelompok)

1.

Laiseg

(Penilaian segera)


2. Laijapen

(Penilaian jangka pendek)


3. Laijapang

(Penilaian jangka panjang)














































1.

Laiseg

(Penilaian segera)

mengetahui kunci kata hati ; 10 sifat positif –negatif

2. Laijapen

(Penilaian jangka pendek)

penlaian diri sendiri secara jujur, bila perolehan nilai 100, siswa memiliki SQ yang luar biasa

3. Laijapang

(Penilaian jangka panjang)

siswa ada pada satu garis orbit, dimensi spiritual bersifat universal

1.Alokasi waktu:


awal tahun pelajaran (Juli / Agustus 2006


2. Sumber Belajar


a)

Buku Modul BK kelas kelas III ’03, kelas XII ’04 , kelas XII ‘06


b)

Internet mailinglist ESQ L.C.


c)

Pelatihan ESQ.


d)

Seminar ESQ Learning Super Memory


3. Kerjasama:


a)

GP/ Konselor lainnya


b)

Guru Agama

Rohis dan Rokris


c)

Wakasek Sarana Prasarana


d)

Wakasek Kesiswaan


e)

Mengundang pakar ESQ khusus untuk remaja




Sub Tugas Perkembangan :

Mengembangkan penguasaan ilmu , teknologi dan kesenian sesuai dengan program kurikulum, persiapan karier dan melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam masyarakat yang lebih luas.


1

2

3

4

5

6

7
























Pribadi :


Pengembangan kemampuan mengenali dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya















Belajar:


1. Pemantapan kebiasaan disiplin belajar sebagai pengembangan kemampuan akademik/ kognisi dan berlatih/ psikomotor, baik secara mandiri maupun berkelompok



2. Pemantapan penguasaan materi program belajar di SMA sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian.
























































Karier :

1.Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan




















































2.

Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untu memenuhi kebutuhan hidup







































Sosial:

1. Orientasi tentang hidup berkeluarga

2. Pemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah ; pada guru dan nara sumber lainnya, ditempat latihan/ kerja/ unit produksi maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai adat-istiadat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku

1. Menguasai pengetahuan dan keterampilan akademik/ psikomotor, berkarya dan mengalihgunakan ilmu, teknologi dan seni untuk hidup di masyarakat lokal, nasional, regional dan internasional













1.1. Paradigma belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat












1.2. Usaha berpikir dan mengoptimalkan fungsi pikir akan mencapai meta kecerdasan


























































1.3. Memahami kecenderungan karir yang hendak dikembangkan













































1.4. Memiliki orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan

2. Perencanaan Karier

Setelah lulus SMA ? diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapainya, diperlukan perencanaan “Kemana setelah lulus SMA ?”

Ada 4 alternatif pilihan:

(A) Melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi, (B) Mengikuti kursus / pelatihan, (C) Memasuki dunia kerja, (D) Memasuki kehidupan berkeluarga


  1. Merencanakan Kelanjutan Studi ke Jenjang Pendidikan Tinggi


Didalam agama dikatakan ; setiap insan “belajar sepanjang hayat”; Usaha berpikir dan mengoptimalkan fungsi pikir mendatangkan pahala. Kemiskinan sangat beresiko besar kepada kekufuran (melemahnya / hilangnya keimanan). Mengandung “makna” bahwa setiap insan wajib menuntut ilmu, harus memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran potensi diri.


Beberapa informasi mengenai perguruan tinggi sbb:


1. Status dan Akreditasi Perguruan Tinggi :

a) Status Terdaftar ; Diakui atau Disamakan diberikan kepada program studi perguruan tingi swasta

b) Status Terakreditasi ; Diakui atau Nir-Akreditasi , diberikan kepada semua perguruan tinggi


2. Jalur dan Jenjang Pendidikan di Perguruan Tinggi

a) Jalur Akademik (biasanya disebut jenjang Sarjana / S1), lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan serta pengembangannya

b) Jalur Profesional (sering disebut jenjang diploma) , lebih menekankan pada penerapan keahlian tertentu


3. Jenis Perguruan Tinggi

a) Universitas ; Sifatnya umum, terdiri dari berbagai fakultas- fakultas dan jurusan-jurusan . Menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan tertentu

b) Institut ; Sifatnya lebih khusus terdiri dari fakultas- fakultas dan jurusan yang menghasilkan keahlian sejenis. Menyelenggarakan program pendidikan akademik (sarjana) dan/atau profesional (diploma) dalam kelompok ilmu pengetahuan sejenis

c) Sekolah Tinggi ; Mempunyai kekhususan satu bidang keahlian.Menyelenggarakan program pendidikan akademik (sarjana) dan/atau profesional (diploma) dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu

d) Akademi ; Bersifat non gelar. Menyelenggarakan program pendidikan profesional (diploma) dalam satu atau sebagian cabang ilmu pengetahuan tertentu

e) Politeknik ; Bersifat non gelar .

Menyelenggarakan program pendidikan profesional (diploma) dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.



4. Sistem Penerimaan Mahasiswa

a) Secara non tes ; melalui PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat) , PPKB (Program Pemerataan Kesempatan Belajar) , PSSB (Program Seleksi Siswa Berpotensi) , PBUD (Penelusuran Bibit Unggul Daerah) dsb.nya.

b) Secara Tes / Ujian Tulis , melalui SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)


5. Sistem Belajar Di Perguruan Tinggi

Dikenal dengan sistem kredit semester / SKS . Jumlah SKS pada setiap jenjang pendidikan berbeda


Tugas 1:

Siswa berdiskusi (4-5 orang). Mengumpulkan informasi ; jurusan, mata kuliah, jenjang studi / strata serta prospek masa depan.Dan mempresentasikan di depan kelas dengan OHP atau LCD dsb.nya.


Tugas 2 :

Sisw memilih 3 jurusan kelanjutan studi yang diminati.

6. Perguruan Tinggi Kedinasan

Perguruan Tinggi dibawah departemen selain Departemen Pendidikan Nasional

Tugas 3 :

Siswa berdiskusi (4-5 orang) . Mengumpulkan informasi perguruan tinggi kedinasam; tempat alamat, syarat pendaftaran, mata kuliah yang dipelajari dan prospek masa depan . Dan mempresentasikan di depan kelas dengan OHP atau LCD dsb.nya.


Tugas 4 :

Siswa menuliskan pilihan perguruan tinggi kedinasan dan kemungkinan hambatan yang dihadapi bagi yang berminat


7. Studi Ke Luar Negeri

Sudah lumrah bagi yang berminat dan memiliki dukungan mewujudkannya. Ada beberapa hambatan a.l.:

a) Bahasa b) Biaya Pendidikan , c) Program Keahlian Yang Dipilih


Tugas 5 :

Siswa berdiskusi (4-5 orang) . Mengumpulkan informasi perguruan tinggi diluar negeri melalui media cetak, elektronik, internet maupun pameran pendidikan atau datang ke kedutaan negara asing; Dan tuliskan hasil diskusi menurut opini masing-masing


(B). Mengikuti Kursus / Pelatihan

Diawali dengan meningkatkan kecakapan hidup untuk dapat dijadikan modal bekerja / berwiraswasta dengan memasuki kursus keterampilan / pelatihan dan dipilih sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki



Tugas 6 :

Siswa berdiskusi (4-5 orang) . Mengumpulkan informasi tempat alamat, fasilitas yang ada dan prospek masa depan Dan mempresentasikan di depan kelas dengan OHP atau LCD dsb.nya.


Tugas 7 :

Siswa menuliskan dua jenis kursus keterampilan yang diminati


(C). Memasuki Dunia Kerja

Bekerja merupakan kebutuhan manusia agar keadaan dirinya lebih baik dan nyaman dalam menjalani kehidupannya dengan memperoleh sumber penghasilan. Tidak semua siswa melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi, karena adanya berbagai alasan, maka dunia kerja menjadi pilihan.

Tahapan untuk memasuki dunia kerja, al:

1) mencari lowongan

a).mendaftar ke Depnaker

b).membaca koran, lihat iklan lowongan kerja/ media cetak

c).bergaul dengan orang yang sudah bekerja untuk menumbuhkan motivasi kuat mencari kerja

d).melihat informasi melalui media elektronik (TV, Internet,dll.)

e).mengunjungi pameran bursa kerja

f).memantapkan rasa percaya diri dan mempromosikan kemampuan yang dimiliki

ditindak lanjuti dengan mempersiapkan berkas persyaratan yang diminta

a).fotokopi STTB

b).fotokopi KTP

c).surat lamaran dan riwayat hidup

  1. mengikuti seleksi

a).administrasi, b) akademis, c) psikotes

d).wawancara, e).kesehatan


Tugas 8 :

Siswa berdiskusi (4-5 orang) . Mengumpulkan informasi lengkap dengan persyaratan yang diminta (dalam bentuk kliping) Dan mempresentasikan di depan kelas dengan OHP atau LCD dsb.nya.


Tugas 9 :

Siswa melakukan wawancara dengan orang yang berwiraswasta disekitar lingkungan tempat tinggal.


Tip menghadapi tes wawancara :


(D) Memasuki Kehidupan Berkeluarga

Menikah merupakan salah satu alternatif pilihan setelah lulus SMA, namun perlu dipertimbangkan kembali kemungkinan banyaknya hambatan dan tantangan.


Tugas 10 :

Siswa diminta menuliskan opini mengenai perkawinan diusia dini


Tugas 11 :

Siswa diminta menuliskan tiga (3) pilihan cita-cita / karier


Kecakapan hidup yang dapat dikembangkan pada kegiatan ini adalah :

Pengembangan berfikir dan bernalar, penggalian dan pengolahan informasi secara cerdas.

1.

Orientasi







Informasi















3.

Pembelajaran



















































4.

Penempatan dan Penyaluran




















5.

Konseling ndividu











1.

APIN

(Aplikasi Instrumentasi Bimbingan)





















































































non tes:

1)

format isian

pilihan program studi jurusan

alamat dan prospek masa depan

2)

tiga pilihan progam studi







3)

hasil diskusi perguruan tinggi kedinasan




4)

tiga pilihan perguruan tinggi kedinasan








5)

pemberian pendapat studi di luar negeri














6)

hasil diskusi lembaga / kursus keterampilan / BLK


7)

perolehan informasi dua tempat BLK



































8)

Lowongan pekerjaan





9)

laporan hasil wawancara orang ber wiraswawta

2.

HPDT :

(Himpunan Data):

alat peraga

tip meng

hadapi wa

APIN :

10)

Opini menikah di usia remaja


11)

tiga pilihan karier


1.

Laijapen

(pemilaian jangka pendek)


(merupakan proses dan perlu orientasi diri),

siswa mencari informasi, membuat klping, dll. Sejenis








2

laijapen

(penilaian jangka pendek)

dalam proses memperoleh berbagai informasi dan menghubungkannya dengan cita-cita / karier



















































Laijapang

(penilaian jangka panjang)


dalam proses orientasi diri, siswa perlu dipandu secara berkesinambungan sampai dengan satu semester , bahkan dapat sampai dengan satu tahun/ melepas kelulusan siswa

1.

Alokasi waktu :


Agustus/ September 2006


2.

Sumber belajar :


a)

Modul BK kelas III ’03,kelas XII ’04 , kelas XII ‘ 06


b).

Media cetak / surat kabar/ ilan lowongan kerja


c).

Media elektronik/ TV Internet informasi peluang kerja


d).

Majalah

Higher Learning tentang kelajutan studi di Perguruan Tinggi


5.

Brosur yang menginformasikan


a)

tempat- tempat studi bisa diperoleh sewaktu ada pameran

b)

tempat-tempat kursus


3.

Kerjasama :


a).

Wakasek Kurikulum


b).

Wakasek kesiswaan


c).

Institusi/ instansi negeri maupun swasta terkait

/ Psikolog






Sub Tugas Perkembangan :

Mencapai kematangan dalam pilihan karier.


1

3

4

5

6

7

8



































































































































































































Pribadi:


1.

Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usahapenanggulangannya


2.

Pemantapan kemampuan mengambil keputusan












Belajar :


1.

Pemantapan disiplin belajar sebagai pengembangan kemampuan akademik/ kognisi dan berlatih/ psikomotor, baik secara mandiri maupun berkelompok


2.

Pemantapan penguasaan materi

Program belajar di SMA dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian









Pribadi :


Pemantapan pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk kegiatan- kegiatan kreatif dan produktif , baik dalam kehidupan sehari- hari maupun untuk perannya dimasa depan
















































arier:

Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan





Menguasai pengetahuan dan keterampian akademik serta beretos belajar untuk melanjutkan pendidikan dan atau berkarya



Memiliki kematangan pola pikir dalam pengembangan kemampuan umum, dan akademik / kognisi





































Memiliki keyakinan dan penghayatan kaidah keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME


1.1.Memahami siapa dan eksistensi diri manusia sebagai mahluk Tuhan YME.


1.2.Meningkatkan kecerdasan spiritual dengan menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan setiap individu











































Memiliki kematangan pola pikir dalam pengembangan kemampuan umum, dan akademik / kognisi












































































k

  1. Analisis Potensi Diri


  1. Analisis Fisik untuk Memilih Karier

Kemampuan 1) Fisik, 2) Vokal, 3) Motorik atau Kontrol


Tugas 1 :

Siswa menuliskan ciri-ciri kemampuan fisik


Tugas 2 :

Siswa menuliskan tiga macam karier yang diminati beserta persyaratan fisik


Tugas 3 :

Siswa membuat kesimpulan antara kemampuan fisik dengan cita-cita pilihan karier


  1. Analisis untuk Memlih Karier

1) Kemampuan Akademik/

Kognisi merupakan perolehan nilai sebagai ukuran kemampuan individu dalam ulangan harian


Tugas 4 :

Siswa menganalisis kemampuan akademik yang dimiliki dengan menuliskan nilai hasil belajar


Tugas 5 :

Siswa menuliskan hasil tes psikologi yang telah diperoleh pada tahun sebelumnya (kelas X)


Tugas 6 :

Siswa berdiskusi dengan teman sebangku tentang hambatan / kesulitan yang dialami dalam menjalani pilihan program studi saat ini.


2) Kemampuan Khusus / Bakat

Bakat dimiliki oleh setiap individu yang dapat diketahui baik secara tes ialah ; DAT/ Differential Aptitude Test dirancang (oleh Benneth H, 1982) dan dipergunakan dalam konseling bagi siswa SMP dan SMA.

Tes bakat dibagi dalam bidang :

1) Verbal ; berpikir dan memecahkan masalah dalam bentuk kata-kata

2) Numerik ; berpikir dan memecahkan masalah dalam bentuk angka-angka

3) Skolastik ; gabungan verbal dan numerik , menjadi penduga yang baik bagi penyelesaian studi di PT

4) Abstrak ; memecahkan masalah dengan menggunakan diagram, pola / rancangan

5) Relasi Ruang ; mampu memvisualkan, mengamati, membentuk gambaran mental dari obyek- obyek dengan melihat pola dua dimensi, dan berpikir dalam tiga dimensi

6) Mekanik ; mampu memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam

7) Kecepatan dan Ketelitian Klerikal ; seberapa cepat dan teliti dalam menyelesaikan tugas-tugas menulis

8) Kemampuan Bahasa Indonesia ; seberapa baik pengertian dan keterampilan seseorang mengenal ejaan yang betul dan salah dalam bahasa Indonesia

9) Kemampuan Bahasa Asing ; seberapa baik seseorang mempunyai kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membuat penalaran analitis tentang bahasa


Tugas 7 :

Siswa menuliskan bakat yang menonjol


Tugas 8 :

Siswa berdiskusi tentang hubungan bakat dan cita-cita

TIP :

Bakat akan berkembang bilamana memperoleh kesempatan untuk berkembang


B. Genogram .

Ialah grafik tiga generasi yang menggambarkan asal-usul keluarga seseorang / individu ( = silsilah, bahasa Indonesia).

Genogram dapat digunakan sebagai alat pendukung dalam identifikasi perencanaan dalam rangka menganalisis dan memanfaatkan untuk pengembangan karier individu


Tugas 9 :

Siswa membuat genogram


Tugas 10 :

Siswa menuliskan karier dan bakat yang menonjol dari anggota keluarga masing-masing.


Tugas 11 :

Siswa menelaah bakat dan hasil tes bakat dan menghubungkan dengan cita-cita / karier.


Tugas 12 :

Siswa meminta pendapat masukan dari keluarga antara bakat dan cita-cita / karier.


4.Minat

Minat dapat memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam merencanakan masa depan


Tugas 13 :

Siswa menuliskan empat cita-cita / karier yang diminati saat ini


Tugas 14 :

Siswa mengisi jawaban

inventory minat


Tugas 15 :

Siswa mengisi format dengan memindahkan angka-angka jawaban dan menjumlahkan pada tiap kelompok minat.


Tugas 16 :

Siswa membuat peringkat kelompok minat dan menghubungkan dengan cita-cita / karier.


Tugas 17 :

Siswa memasukan data hasil psikotes minat


Tugas 18 :

Siswa menganalisa hasil tes minat dan menghubungkan hasil inventory minat menghubungkan


5. Kepribadian :

Organisasi yang dinamis dalam diri individu. Dan ada beberapa tipe kepribadian ; 1) Realistis, 2) Intelektual, 3) Sosial, 4) Konfensional, 5) Usaha , 6) Artistik


Tugas 19 :

Menjawab pertanyaan inventory kepribadian, dengan memberi tanda positif (+), bila sesuai atau negatif (-) bila tidak sesuai dengan pilihan


Tugas 20 :

Siswa menuliskan tiga alasan pada setiap nomor yang dipilih, baik positif (+) maupun (-) negatif


Tugas 21 :

Siswa memindahkan semua tanda (+) dan (-) dan mencocokan dengan kunci jawaban.


Tugas 22 :

Siswa membuat peringkat inventory kepribadian


Tugas 23 :

Siswa menganalisa tiga peringkat tertinggi dan hubungkan dengan cita-cita / karier


Kecakapan hidup yang dapat dikembangkan pada kegiatan ini :

- Mengembangkan potensi diri, baik fisik maupun psikis

- Pengembangan untuk memilih karier yang sesuai dengan potensiyang dimiliki

1.

Informasi









2.

Pembelajaran





























3. Penempatan dan Penyaluran




































































5.

Konseling Individu



















1. APIN

(Aplikasi Instrumentasi Bimbingan)







non tes: format isian

a)

ciri-ciri kemampuan fisik

b)

tiga macam karier yang diminati

c)

kesimpulan kemampuan fisik hubngannya dengan cita-cita / karier


d)

format isian analisis kemampuan akademik

2

HPDT

(Himpunan Data)

Nilai ulangan harian, rapor, UUB, Try-Out





e)

format isian menuliskan hasil psikotes


f)

format isian hasil diskusi hambatan yang dialami dalam pilihan program studi


HPDT :

ATK

(AlihTangan Kasus)

bialamana perlu pendalaman materi


APIN:

(Aplikasi Instrumentasi Bimbingan)


tes:

Progresive Matric dan / CFIT

non tes:

berupa format isian siswa hasil tes psikologi, jurusan yang disarankan, hasil diskusi kelompok , perihal pilihan program studi yang dipilih kini adakah kesesuaian antara IQ dengan cita-cita/ karier.


2.

HPDT:

(Himpunan Data)


hasil psikotes yang diperoleh dari biro konsultasi psikologi





3.

ATK

(Alih Tangan Kasus)


biro konsultasi psikologi, untuk melaksanakan tes IQ, Bakat dan Minat


APIN :

(Aplikasi Instrumentasi Bimbingan)


Tes :


DAT (Diferential Aptitude Tes)/ tes bakat


Non tes :


* Format isian :

a) bakat, prestasi yang pernah dicapai

b) hubungan bakat dengan cita-cita/ karier

c) tanggapan teman ; hubungan bakat dan cita-cita / karier

d) memberikan keterangan genogram ; karier dan bakat yang menonjol dalam keluarga

e) hubungan cita-cita/ karier dengan bakat; dari hasil tes bakat dan genogram


HPDT :

a) bagan genogram (silsilah=bahasa Indonesia)

b) TIPS :

Bakat akan berkembang, bilamana memperoleh kesempatan untuk berkembang





1. Laiseg

(penilaian segera)


a) ciri-ciri kemampuan fisik

b) tiga macam pilihan karier

c)

kemampuan fisik hubungannya dengan cita-cita/karier










2.Laijapen

(penilaian jangka pendek)


a) perolehan nilai setiap ulangan harian, b) perolehan hasil tes psikologi dapat terlihat bakat maupun minat serta potensi diri







































































3.

Laijapang

(Penilaian jangka panjang)


dapat memprediksi kelulusan , derdasar kemampuan akademis, pengembangan bakat serta minat kelanjutan studi melalui analisis potensi diri dalam hubungan dengan karier
































































1.

Alokasi waktu:


Okt_ Des. 2006 / Januari 2007


2.

Sumber belajar :


a)

Modul BK kelas III ’03, kelas XII ’04, kelas XII ‘06


b)

Kerangka Dasar Kurikulum 2004 dan stndar isi BSNP kaitan dengan Pengembangan Diri

c) Kebijakan dari sekolah/ wakasek kurikulum maupun Tim Pengembang dan Inovasi disekolah


3.

Kerjasama:


a).

Guru Mata pelajaran


b).

Guru Wali kelas


c). Wakasek Kurikulum















































Jakarta , Juli 2006


Retno Widajati

NIP 130 888 699









SILABUS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Tahun Pelajaran 2006 - 2007


Sekolah : SMA Negeri 60 Jakarta Kelas : XII Semester: 6

Sub Tugas Perkembangan: Mencapai kematangan dalam pengambilan keputusan

Bidang Bimbingan

Kompetensi

Yang Diharapkan

Materi Pelayanan BK

Kegiatan

Ketera

ngan

Layanan

Pendukung

Penilaian

1

2

3

4

5

6

7

































Pribadi :

Pemantapan tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatannya yang kreatif dan produktif


Belajar :

Pemantapan sikap kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif dan efisien serta produktif dengan sumber belajar yang lebih bervariasi dan kaya





Karir :

Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan kariri yang hendak dikembangkan

























1

Memiliki keyakinan dan ketaqwaan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya

1.1. Memiliki pemahaman yang mantap tentang bakat dan minat pribadi serta dapat menyalurkannya melalui berbagai kegiatan yang kreatif dan produktif

2.

Menghargai eksistensi dalam berekspresi seni

.4. Pengambilan Keputusan


A. Pengambilan Keputusan Melalui Analisis SWOT

Merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk menelaah tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/karier


S = Streght / Kekuatan

Merupakan potensi pada diri sendiri (kemampuan akademis , kemampuan umum, kemampuan khusus / Bakat)

yang dapat mendukung cita-cita / karier


W = Weekness / Kelemahan

Merupakan kekurangan pada diri sendiri (potensi fisik dan potensi psikis ; malas, tidak termotivasi,dll.)yang kurang menunjang dan dapat menghambat cita-cita / karier


O = Opportunity / Peluang

Merupakan kesempatan yang dapat mendukung cita-cita / karier datangnya cenderung dari luar diri sendiri (dukungan orangtua / keluarga baik secara phisik sosial dan ekonomi)


T = Threats / Ancaman

Merupakan kesempatan yang dapat menghambat cita-cita / karier datangnya cenderung dari luar diri sendiri ( perbedaan pandangan dengan orangtua / keluarga , dll)


Tugas 1 :

Siswa menuliskan dua macam cita-cita / karier dan menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang kemungkinan dihadapi


Tugas 2 :

Siswa membuat analisa hubungan antara cita-cita / karier serta peranan lingkungan


B. Meyakini Keputusan

Untuk meyakini suatu keputusan yang ditentukan berdasar analisis SWOT memerlukan emotional spiritual quotient dengan barometer suara hati yang dimiliki.


Tugas 3 :

Siswa mengambil keputusan


Kecakapan hidup yang dapat dikembangkan pada kegiatan ini, adalah :Kemampuan meyakini keputusan yang telah diambil berdasarkan analisa diri sendiri dan kepercayaan terhadap keagungan Tuhan YME.

1.

Informasi



































2.

Bimbingan

Kelompok









3. Konseling Individu














1.

APIN

(Aplikasi Instrumentasi Bimbingan)






























Non tes:

Format isian:

a)

dua macam cita-cita / karier dan

Analisis SWOT

b)

analisa hubungan cita – cita / karier serta peranan lingkungan

c)

Pengambilan keputusan



1.

Laijapen

(Penilaian jangka pendek)


a)

menentukan dua macam pilihan cita-cita / karier


b)

hasil hubungan cita-cita/ karier dan peranan lingkungan


c) pengambilan keputusan







2.

Laijapang

(Penilaian Jangka Panjang)


diterimanya siswa sesuai dengan pilihan yang telah diputuskan


1.

Alokasi Waktu :


Januari 2007


2.

Sumber belajar


a)

Buku Modul BK

kelas III ’03, kelas XII ’04, kelas XII ‘06


b)

Surat kabar, iklan Perguruan Tinggi, Dunia Kerja, Kursus



* Informasi PT, Dunia kerja Kursus,dll

High Leaner”

* Internet


3.

Kerjasama :

Orangtua siswa





Jakarta , Juli 2006





Mengetahui Guru Pembimbing

Kepala SMA Negeri 60 Jakarta




Dra Rachmawati Malik S.H. Retno Widajati

NIP :130 449 533 NIP : 130 888 699













KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan :

Bahwasanya upaya setiap Guru Pembimbing didalam menyikapi penerapan kurikulum berbasis kompetensi , dinamai kurikulum 2004, yang disempurnakan da tertuang dalam stadart isi BSNP tahun 2006, adanya penerapan Pengembangan Diri bagi seluruh siswa yang perlu diperhatikan oleh Guru Pembimbing dan/ atau Konselor dalam pembinaan pengembangannya.bagi siswa kelas X, XI dan XII . Selalu terjadi dinamika perubahan secara terus menerus menuju kepada pola pedoman pelayanan bimbingan dan konseling yang baku. Dan diterapkan di sekolah masing-masing sesuai dengan keberagaman potensi sekolah setempat maupun potensi siswa disesuaikan dengan kemampuan , bakat dan minat siswa beserta pemilihan layanan yang sesuai dengan keberagaman tersebut.

Tuntutan bagi setiap Guru Pembimbing selain memiliki ilmu pengetahuan bimbingan dan konseling dan keterampilan dalam layanan konseling perlu mempersiapkan perangkat administrasi untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan layanan, pendukung serta penilaian, dengan rambu-rambu yang ada dan dapat bekerja sama dengan Guru atapun personil yang sesuai dengan kebutuhan dalam pengembangan diri.

Contoh silabus Pelayanan Bimbingan dan Konseling ini hanya merupakan sebuah alternatif contoh yang dibuat


Saran :

Penerapan kurikulum 2004, dengan penyempurnaannya, tentunya masih membutuhkan pelatihan bagi setiap Guru Pembimbing secara terus menerus baik di Pusat maupun di propinsi ; oleh Dinas Dikmenti melalui wadah MGP baik ditingkat propinsi, wilayah, kecamatan atau rayion, maupun pada masing-masing sekolah.

Harapan kami selaku pengurus MGP Prop. DKI Jakarta, kepada teman-teman seprofesi akan jauh lebih baik dan sempurna dari kami dalam mempersiapkan diri, aktip mengikuti kegiatan Musyawarah Guru Pembimbing , selalu meningkatkan ; kemampuan berimprovisasi dalam memberikan layanan dan keterampilan serta kreatifitas dalam membuat perangkat administrasi untuk menunjang layanan.

Atas izin Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga bermanfaat . Amien.


DAFTAR PUSTAKA :



Ary Ginanjar Agustian, ESQ , Arga , Cetakan 7, Jakarta 2002


Bekerja Dimana Setelah Tamat SMA ? , Depdikbud Dirjen PDM Dikmenum, Proyek Pengadaan Sarana Pembinaan Dan Penyempurnaan SLU , Jakarta 1998/1984


Dorothy Carnegie, A Treasury Of The Wisdom Of The Ages, Dale Carnegie’s Scrapbook, Publised By Dale Carnegie & Associates, Inc. 1475 Franklin Avenue, Garden City, NY 11530, Copyright 1959


Hasil Psikotest IQ, Bakat, Minat Siswa SMA Negeri 60 Jakarta, 2002


Juri Megaton dkk. , Modul Bimbingan dan Konseling Kurikulum 2004 : Orientasi Tunas Melati , Jakarta, 2004


Kurikulum 2004 Kerangka Dasar , Departemen Pendidikan Nasional , Jakarta , 2003


Majalah Higher Learning , Hilearnindo Media Pratama, Jakarta , 2002


Majalah :Kawanku , Gramedia, Jakarta , 2002


Majalah Kartini , Ghalia Indonesia , Jakarta

Majalah Psikologi Populer ANDA , Yayasan Bina Psikologi, Jakarta


Naniek Khrisnawati dkk., Modul Bimbingan dan Konseling Kurikulum 2004 : “Pengembangan Diri, Tunas Melati , Jakarta, 2004


Norman Vincent Peale , Berpikir Positif , Binarupa Aksara , Cetakan 1 , Jakarta , 1992


Nilai legger / hasil evaluasi belajar Semester I SMA Negeri 60 Jakarta , 2003


Paket I Bimbingan Karir Pemahaman Diri, Depdikbud Proyek Pengadaan Sarana Pembinaan Dan Penyempurnaan SMU – 1985/1986 , Jakarta 1985


Panduan Pelayanan Bimbingan Dan Konseling, Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas, Jakarta Pusat, 2003


Pedoman Umum Pelayanan Bimbingan Dan Konseling , Depdiknas Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum , 2002


Pengembangan Kurikulum Dan Sistem Penilaian Berbasis Komptensi- Sosialisasi KSPBK Tahun 2003, Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Umum


Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas, Jakarta, 2002


Petunjuk Pelaksanaan Program Layanan Pendidikan Berbasis Luas Melalui Pembekalan Kecakapan Hidup Di SMU, Depdiknas Direktorat Pendidikan Dasar Dan Menengah Umum – Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup PMU, 2003


Retno Widajati , Pendekatan ESQ Dalam Konseling , Makalah dalam Konvensi ABKIN di Bandung 2003


Retno Widajati dkk., Modul Bimbingan dan Konseling Kurikulum 2004 : “Pengambilan Keputusan”, Tunas Melati, Jakarta, 2004 dan 2006


Suharsono , Melejitkan IQ , IE & IS , Inisiasi Press , Cetakan 1 , Jakarta , 2002


Sukidi , Kecerdasan Spiritual , Gramedia Pustaka Utama , 2002


Tata Tertib Sekolah Menengah Atas Negeri 60 Jakarta, 2006


Visi dan Misi Sekolah Menengah Atas Negeri 60 Jakarta, 2005

















Lampiran 1


TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMA / MA




      1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

      2. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmani dan rohani yang sehat

      3. Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan wamita

      4. Mencapai kematangan berpikir dan mengembangkan kemampuan umum

      5. Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi, seni dan kreasi sesuai dengan program kurikulum dan aspirasi karir dan/ atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi

      6. Mencapai kematangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat luas dalam hubungan interpersonal dan mengembangkan kecerdasan emosi

      7. Mencapai kematangan dalam gambaran dan sikap tentang kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

      8. Mencapai kemandirian pilihan karir sesuai dengan potensi yang dimiliki

      9. Mengembangkan kematangan dalam sistem etika, nilai dan kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual








Lampiran 2 :

BIDANG BIMBINGAN DAN KONSELING


  1. Bimbingan Pribadi :

1.1. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

1.2. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara jasmaniah maupun rohaniah

1.3. Pemantapan tentang pengembangan pola-pola pikir dan/ akal dan nurani

1.4. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk perannya

dimasa depan

1.5. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan upaya pengembangan kemampuan memecahkan masalah

1.6. Pemantapan tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif

1.7. Pemantapan kemandirian dalam pengambilan keputusan sesuai nurani

1.8. Pengembangan kemampuan mengenali dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya

1.9. Orietasi diri didasari pengembangan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual


  1. Bimbingan Sosial :

2.1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita

termasuk peranannya (sebagai wanita maupun pria)

2.2. Pemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik dirumah, disekolah; pada guru dan nara sumber lainnya, ditempat latihan/

kerja/ unit produksi maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata - krama, sopan santun, serta nilai-nilai, adat-istiadat, hukum,

ilmu, dan kebiasaan yang berlaku

2.3. Pemantapan kemampuan pengembangan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya,

baik didalam maupun diluar sekolah dan masyarakat pada umumnya

2.4. Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif

2.5. Pemantapan pemahaman tentang peraturan, situasi dan kondisi sekolah sebagai pengembangan ranah afektif serta upaya pelaksanaan,

dinamis dan bertanggung jawab

2.6. Orientasi tentang hidup berkeluarga


3. Bimbingan Belajar :

3.1. Pemantapan sikap dan kebiasaan berdoa ; sebelum dan sesudah belajar, efektif dan efisien serta produktif, baik dalam menggali dan mengolah

informasi dari berbagai sumber belajar serta bersikap pada guru dan nara sumber lainnya, mengembangkan keterampilan belajar, mengerjakan

tugas – tugas pelajaran, dan menjalani program penilaian hasil belajar

3.2. Pemantapan kebiasaan disiplin dalam belajar sebagai pengembangan kemampuan akademik/ kognisi dan berlatih/ psikomotor, baik secara

mandiri maupun berkelompok

3.3. Pemantapan penguasaan materi program belajar di SMA sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian

3.4. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik,sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar, dan

masyarakat pada umumnya untuk pengembangan pribadi, wawasan dan/ pengetahuan

3.5. Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi


4. Bimbingan Karir :

4.1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan

4.2. Pemantapan orientasi, penggalian dan pengolahan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan

4.3. Pemantapan pengembangan orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan hidup

4.4. Pemantapan pengembangan diri berdasarkan kecerdasan intelektual- emosional-spiritual untuk pengambilan keputusan pilihan

karir sesuai dengan potensi yang dimiliki

4.5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan





Lampiran 3 :

KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN



1. Memiliki keyakinan dan penghayatan kaidah keimanan dan ketaqwaan sesuai dengan ajaran yang

dianutnya

2. Memiliki pola hidup berdasarkan nilai-nilai kebersihan, kesehatan, dan kebugaran jasmani – rohani

3. Memiliki kematangan pola pikir dalam pengembangan kemampuan umum, dan akademik

4. Memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan akademik dan psikomotor, berkarya dan mengalih

gunakan ilmu, teknologi, seni dan kreasi untuk hidup di masyarakat lokal, nasional dan internasional

5. Memiliki nilai dasar humaniora untuk menerapkan kebersamaan dalam kehidupan

6. Menghargai eksistensi dalam berekspresi seni

7. Berpartisipasi dan berwawasan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

8. Memiliki kematangan pengembangan sistem etika, nilai dan nurani

9. Memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan pilihan karir sesuai potensi yang dimiliki berdasarkan kecerdasan intelektual-emosi-spiritual